Jumat, 16 April 2010

nabi khidir dan syeh malaya

Kanjeng Nabi Khidir berhenti
sejenak, lalu berkata
“ matahari berbeda dengan
bulan, perbedaannya terdapat
pada cahaya yang
dipancarkannya. Sudahkah
hidayah iman terasa dalam
dirimu? Tauhid adalah
pengetahuan penting untuk
menyembah pada Allah, juga
makrifat harus kita miliki untuk
mengetahui kejelasan yang
terlihat, ya ru ’yat (melihat
dengan mata telanjang)
sebagai saksi adanya yang
terlihat dengan nyata. Maka
dari itu kita dalami sifat dari
Allah, sifat Allah yang
sesungguhnya, Yang Asli, asli
dari Allah. Sesungguhnya
Allah itu, allah yang hidup.
Segala afalnya (perbuatanya)
adalah bersal dari Allah. Itulah
yang demaksud dengan ru ’yati.
Kalau hidupmu senantiasa
kamu gunakan ru ’yat, maka itu
namanya khairat (kebajikan
hidup). Makrifat itu hanya ada
di dunia. Jauhar awal khairat
(mutiara awal kebajikan hidup)
, sudah berhasil kau dapatkan.
Untuk itu secara tidak
langsung sudah kamu sudah
mendapatkan pengawasan
kamil (penglihatan yang
sempurna). Insan Kamil
(manusia yang sempurna)
berasal dari Dzatullah (Dzatnya
Allah). Sesungguhnya
ketentuan ghaib yang tersurat,
adalah kehendak Dzat yang
sebenarnya. Sifat Allah berasal
dari Dzat Allah. Dinamakan
Insan Kamil kalau mengetahui
keberadaan Allah itu. Bilamana
tidak tertulis namamu, di
dalam nuked ghaib insan kamil,
itu bukan berarti tidak tersurat.
Ya, itulah yang dinamakan puji
budi (usaha yang terpuji).
Berusaha memperbaiki hidup,
akan menjadikan kehidupan
nyawamu semakin baik. Serta
badannya, akan disebut badan
Muhammad, yang mendapat
kesempurnaan hidup ”.
Syekh Malaya berkata lemah
lembut, “mengapa sampai ada
orang mati yang dimasukkan
neraka? Mohon penjelasan
yang sebenarnya ”.
Kanjeng Nabi Khidir berkata
dengan tersemyum manis,
“ Wahai Malaya! Maksudnya
begini. Neraka jasmani juga
berada di dalam dirimu sendiri,
dan yang diperuntukkan bagi
siapa saya yang belum
mengenal dan meniru laku
Nabiyullah. Hanya ruh yang
tidak mati. Hidupnya ruh
jasmani itu sama dengan sifat
hewan, maka akan dimasukkan
ke dalam neraka. Juga yang
mengikuti bujuk rayu iblis, atau
yang mengikuti nafsu yang
merajalela seenaknya tanpa
terkendali, tidak mengikuti
petunjuk Gusti Allah SWT.
Mengandalkan ilmu saja, tanpa
memperdulikan sesama
manusia keturunan Nabi Adam,
itu disebut iman tadlot.
Ketahuilah bahwa umat
manusia itu termasuk badan
jasmanimu. Pengetahuan
tanpa guru itu, ibarat orang
menyembah tanpa mengetahui
yang disembah. Dapat menjadi
kafir tanpa diketahui, karena
yang disembah kayu dan batu,
tidak mengerti apa hukumnya,
itulah kafir yang bakal masuk
neraka jahanam.
Adapun yang dimaksudkan Rud
Idhafi adalah sesuatu yang
kelak tetap kekal sampai akhir
nanti kiamat dan tetap
berbentuk ruh yang berasal
dari ruh Allah. Yang dimaksud
dengan cahaya adalah yang
memancar terang serta tidak
berwarna, yang senantiasa
meserangi hati penuh
kewaspadaan yang selalu
mawas diri atau introspeksi
mencari kekurangan diri
sendiri serta mempersiapkan
akhir kematian nanti. Merasa
sebagai anak Adam yang harus
mempertanggungjawabkan
segala perbuatan. Ruh Idhafi
seudah ada sebelum tercipta.
Syirik itu dapat terjadi,
tergantung saat menerima
sesuatu yang ada, itulah yang
disebut Jauhar Ning.
keenamnya jauhar awal.
Jauhar awal adalah mutiara
ibaratnya. Mutiara yang indah
penghias raga agra nampak
menarik. Mutiara akan tampak
indah menawan. Bermula dari
ibarat ketujuh, dikala
mendengarkan sabda Allah,
maka Ruh Idhafi akan
menyesuaikan, yang terdapat
di dalam Dzat Allah Yang
Mutlak. Ruh serba psrah
kepada Dzatullah, itullah yang
dimaksudkan Ruh Idhafi. Jauhar
awal itu pula, yang
menimbulkan Shalat Daim.
Shalat Daim tidak perlu
mengunakan air wudhu, untuk
membersihkan khadas tidak
disyaratkan. Itulah shalat batin
yang sebenarnya,
diperbolehkan makan tidur
syahwat maupun buang
kotoran. Demikianlah tadi cara
shalat Daim. Perbuatan itu
termasuk hal terpuji, yang
sekaligus merupakan
perwujudan syukur kepada
Allah. Jauhar tadi bersatu padu
menghilangkan sesuatu yang
menutupi atau mempersulit
mengetahui keberadaan Allah
Yang Terpilih. Adanya itu
menujukkan adanya Allah,
yang mustahil kalau tidak
berwujud sebelumnya.
Kehidupan itu seperti layar
dengan wayangnya, sedang
wayang itu tidak tahu warna
dirinya. Akibat junub sudah
bersatu erat tetap bersih
badan jisimmu. Adapun
Muhammad badan Allah. Nama
Muhammad tidak pernah pisah
dengan nama Allah. Bukakah
hidayah itu perlu diyakini?
Sebagai pengganti Allah?
Dapat pula disebut utusan
Allah. Nabi Muhammad juga
termasuk badan mukmin atau
orang yang beriman. Ruh
mukmin identik pula dengan
Ruh Idhafi dalam keyakinanmu.
Disebut iman maksum, kalau
sudah mendapat ketetapan
sebagai panutan jati. Bukankah
demikian itu pengetahuanmu?
Kalau tidak hidup begitu,
berarti itu sama dengan hewan
yang tidak tahu adanya
sesuatu di masa yang telah
lewat. Kelak, karena tidak
mengetahui ke-Islaman, maka
matinya tersesat, kufur serta
kafir badannya. Namun bagi
yang telah mendapatkan
pelajaran ini, segala
permasalahan dipahamilebih
seksama baru dikerjakan,
Allah itu tidak berjumlah tiga.
Yang menjadi suri tauladan
adalah Nabi Muhammad.
Bukankah sebenarnya orang
kufur itu, mengingkari empat
masalah prinsip. Di antaranya
bingung karena tiada pedoman
manusia yang dapat diteladani.
Kekafiran mendekatkan pada
kufur kafir. Fakhir dekat
dengan kafir. Sebabnya karena
kafir itu, buta dan tuli tidak
mengerti tentang surga dan
neraka. Fakhir tidak akan
mendekatkan pada Tuhan.
Tidak mungkin terwujud
pendekatan ini, tidak
menyembah dan memuji,
karena kekafirannya. Seperti
itulah kalau fakhir terhadap
Dzatullah. Dan sesungguhnya
Gusti Allah, mematikan
kefakhiran manusia,
kepastianny ada di tanga Allah
semata-mata. Adapun wujud
Dzatullah itu, tidak ada stu
makhluk pun yang mengetahui
kecuali Allah sendiri. Ruh
Idhafi menimbulkan iman. Ruh
Idhafi berasal dari Allah Yang
Maha Esa, itulah yang disebut
iman tauhid. Meyakini adanya
Allah juga adanya Muhammad
sebagai Rasulullah. Tauhid
hidayah yang sudah ada
padamu, menyatu dengan
Tuhan Yang Terpilih. Menyatu
dengan Gusti Allah, baik di
dunia maupun di akhirat. Dan
kamu harus menyatu bahwa
Gusti Allah itu ada dalam
dirimu. Ruh Idhafi ada di dalam
dirimu. Makrifat itu
sebutannya. Hidupnya disebut
Syahadat, hidup tunggal
didalam hidup. Sujud rukuk
sebagai penghiasnya. Rukuk
berarti dekat dengan Tuhan
Pilihan. Penderitaan yang
selalu menyertai menjelang
ajal tidak akan terjadi padamu,
jangan takut menghadapi
sakaratil maut. Jangan ikut-
ikutan takut menjelang
pertemuanmu dengan Allah.
Perasaan takut itulah yang
disebut dengan sekarat.
Ruh Idhafi tidak akan mati.
Hidup mati, mati hidup. Akuilah
sedalam-dalamnya bahwa
keberadaanmu itu, terjadi
karena Allah itu hidup dan
menghidupi dirimu, dan
menghidupi segala yang hidup.
Sastra Alif (huruf alif) harus
dimintakan penjelasannya
pada guru. Jabar jer-nya pun
harus berani susah payah
mendalaminya. Terlebih lagi
poengetahuan tentang kafir
dan syirik! Sesungguhnya
semua itu, tidak dapat
dijelaskan dengan tepat
maksud sesungguhnya. Orang
yang menjelaskan syariat itu
berarti sudah mendapatkan
anugrah sifat Gusti Allah.
Sebagai sarana pengabdian
hamba kepada Gusti Allah.
Yang menjalankan shalat
sesungguhnya raga. Raga yang
shalat itu terdorong oleh
adanya iman yang hidup pada
diri orang yang
menjalankannya. Seandainya
nyawa tidak hidup, maka Lam
Tamsyur (maka tidak akan
menolong) semua perbuatan
yang dijalankan. Secara yang
tersurat, shalat itu adalah
perbuatan dan kehendak orang
yang menjalankan, namun
sebenarnya Allah-lah yang
berkehendak atas hambanya.
Itulah hakikat dari Tuhan
penciptanya. Ruh Idhafi berada
di tangan orang mukmin.
Semua ruh berada di tangan-
Nya. Yaitu terdapat pada Ruh
Idhafi. Ruh Idhafi adalah sifat
jamal (sifat yang bagus atau
indah) keindahan yang berasal
Dzatullah. Ruh Idhafi nama
sebuah tingkatan (maqom),
yang tersimpan pada diri
utusan Allah (Rasulullah).
Syarat jisim lathif (jasad
halus0 itu, harus tetap hidup
dan tidak boleh mati.
Cahayanya berasal dari ruh itu,
yang terus menerus meliputi
jasad. Yang mengisayaratkan
sifat jalal (sifat yang perkasa)
dan sekaligus mengisyaratkat
adanya sifat jamal (sifat
keindahan). Jauhar awal mayit
(mutiara awal kematian) itu,
memberi isyarat hilangnya diri
ini. Setelah semua menemui
kematian di dunia, maka akan
berganti hidup di akherat.
Kurang lebih tiga hari
perubahan hidup itu pasti
terjadi. Asal mula manusia
terlahir, dari adanya Ayah, Ibu
serta Tuhan Yang Maha
Pencipta. Satu kelahiran
berasal dari tiga asal lahir. Ya,
itulah isyarat dari tiga hari.
Setelah dititipkan selama tujuh
hari, maka dikembalikan
kepada yang meninipkan (yang
memberi amanat). Titipan itu
harus seperti sedia kala.
Bukankah tauhid itu sebagai
srana untuk makrifat? Titipan
yang ketiga puluh hari, itu juga
termasuk juga titipan, yang
ada hanya kemiripan dengan
yang tujuh hari. Kalau
menangis mengeluarkan air
mata karena menyesali
sewaktu masih hidup. Seperti
teringat semasa kehidupan itu
berasal dari Nur. Yang mana
cahayanya mewujudkan
dirimu. Hal itulah yang
menimbulkan kesedihan dan
penyesalan yang
berkepanjangan. Tak
terkecuali siapun yang
merasakan itu semua,
sebagaimana kamu mati, saya
merasa kehilangan.
Mati atau hilang bertepatan
hari kematian yang keempat
puluh hari. Bagaimanakah yang
lebih tepat untuk melukiskan
persamaan sesama makhluk
hidup secara keseluruhannya?
Allah dan Muhammad
semuannya berjumlah satu.
Seratuspun dapat dilukiskan
seperti satu bentuk, seperti
diibaratkan dengan adanya
cahaya yang bersember dari
cahaya Muhammad yang
sesungguhnya. Sama hal pada
saat kamu memohon sesuatu.
Ruh jasad hilang di dalamnya,
kehadirat Tuhan Yang Maha
Pemberi. Tepat pada hari
keseribu, tidak ada yang
tertinggal. Kembalinya pada
allah sudah dalam keaadaan
yang sempurna. Sempurna
seperti mula pertama dalam
keadaan yang sempurna.
Sempurna seperti mula
pertama diciptakan ”.
Syekh Malaya terang hatinya,
mendengarkan pelajaran yang
baru diterima dari gurunya
Syekh Mahyuningrat Kanjeng
Nabi Khidir. Syekh Malaya
senang hatinya sehingga beliu
belum mau keluar dari dalam
tubuh Kanjeng Nabi Khidir.
Syekh Malaya menghaturkan
sembah, sambil berkata manis
seperti gula madu. “Kalau
begitu hamba tidak mau keluar
dari raga dalam tuan. Lebih
nyaman di sini saja yang bebas
dari sengsara derita, tiada
selera makan tidur, tidak
merasa ngantuk dan lapar,
tidak harus bersusah payah dan
bebas dari rasa pegal dan
nyeri. Yang terasa hanyalah
rasa nikmat dan manfaat ”.
Kanjeng Nabi Khidir
memperingatkan, “yang
demikian tidak boleh kalau
tanpa kematian ”.
Kanjeng Nabi Khidir semakin
iba kepada pemohon yang
meruntuhkan hatinya. Kata
Kanjeng nabi Khidir, “kalau
begitu yang awas sajalah
terhadap hambatan upaya.
Jangan sampai kau kembali.
Memohonlah yang benar dan
waspada. Anggaplah kalau
sudah kau kuasai, jangan
hanya digunakan dengan dasar
bila ingat saja, karena hal itu
sebagai rahasia Allah. Tidak
diperkenankan mengobrol
kepada sesama manusia, kalau
tanpa seizin-Nya! Sekiranya
akan ada yang
mempersolakan,
memperbincangkan masalah
ini! Jangan sampai terlanjur!
Jangan sampai
membanggakan diri! Jangan
peduli terhadap gangguan,
cobaan hidup! Tapi justru
terimalah dengan sabar!
Cobaan hidup yang menuju
kematian, ditimbulkan akibat
buah pikir. Bentuk yang
sebenarnya ialah tersimpan
rapat di dalam jagadmu! Hidup
tanpa ada yang menghidupi
kecuali Allah saja. Tiada antara
lamanya tentang adanya itu.
Bukankah sudah berada di
tubuh? Sungguh, bersama
lainnya selalu ada dengan kau!
Tak mungkin terpisahkan!
Kemudian tidak pernah
memberitahunakan darimana
asalnya dulu. Yang menyatu
dalam gerak perputaran
bawana. Bukankah berita
sebenarnya sudah ada
padamu? Cara mendengarnya
adalah denga ruh sejati, tidak
menggunakan telinga. Cara
melatihnya, juga tanpa dengan
mata. Adpun telingannya,
matanya yang diberikan oleh
allah. Ada padamu itu. Secara
batinnya ada pada sukma itu
sendiri. Memang demikianlah
penerapannya. Ibarat seperti
batang pohon yang dibakar,
pasti ada asap apinya, menyatu
dengan batang pohonnya.
Ibarat air dengan alunnya.
Seperti minyak dengan susu,
tubuhnya dikuasai gerak dan
kata hati. Demikian pun dengan
Hyang Sukma, sekiranya kita
mengetahui wajah hamba
Tuhan dan sukma yang kita
kehendaki ada, diberitahu akan
tempatnya seperti wayang
ragamu itu. Karena datanglah
segala gerak wayang.
Sedangkan panggungnya jagd.
Bentuk wayang adalah sebagai
bentuk badan atau raga.
Bergerak bila digerakkan.
Segala-galanya tanpa kelihatan
jelas, perbuatan dengan
ucapan. Yang berhak
menentukan semuanya, tidak
tampak wajahnya. Kehendak
justru tanpa wujud dalam
bentuknya. Karena sudah ada
pada dirimu. Permisalan yang
jelas ketika berhias.
Yang berkaca itu Hyang
Sukma, adapun bayangan
dalam kaca itu ialah dia yang
bernama manusia
sesungguhnya, terbentuk di
dalam kaca. Lebih besar lagi
pengetahuan tentang
kematian ini dibandingkan
dengan kesirnaan jagad raya,
karena lebih lembutseperti
lembunya air. Bukankah lebih
lembut kematian manusia ini?
Artinya lembut kesirnaan
manusia? Artinya lebih dari,
karena menentukan
segalanya. Sekali lagi artinya
lembut ialah sangat kecilnya.
Dapat mengenai yang kasar
dan yang kecil. Mencakup
semua yang merangkak,
melata tiada bedanya, benar-
benar serba lebih. Lebih pula
dalam menerima perintah dan
tidak boleh mengandalkan
pada ajaran dan pengetahuan.
Karena itu bersungguh-
sungguhlah menguasainya.
Pahamilah liku-liku solah
tingkah kehidupan manusia!
Ajaran itu sebagai ibarat benih
sedangkan yang diajari ibarat
lahan.
Misal kacang dan kedelai.
Yang disebar di atas batu.
Kalau batunya tanpa tanah pada
saat kehujanan dan kepanasan,
pasti tidak tidak akan tumbuh.
Tapi bila kau bijaksana,
melihatmu musnahkanlah pada
matamu! Jadikanlah
penglihatanmu sukma dan
rasa. Demikian pula wujudmu,
suaramu. Serahkan kembali
kepada yang Empunya suara!
Justru kau hanya mengakui
saja sebagai pemiliknya.
Sebenarnya hanya
mengatasnamai saja. Maka
dari itu kau jangan memiliki
kebiasaan yang menyimpang,
kecuali hanya kepada Hyang
Agung. Dengan demikian kau
Hangraga Sukma. Yaitu kata
hatimu sudah bulat menyatu
dengan kawula Gusti.
Bicarakanlah manurut
pendapatmu! Bila pendapatmu
benar-benar meyakinkan, bila
masih merasakan sakit dan
was-was, berarti kejangkitan
bimbang yang sebenarnya. Bila
sudah menyatu dalam satu
wujud. Apa kata hatimu dan
apa yang kau rasakan. Apa
yang kau pikir terwujud ada.
Yang kau cita-citakan tercapai.
Berarti sudah benar untukmu.
Sebagai upah atas
kesanggupanmu sebagai
khalifah di dunia. Bila sudah
memahami dan menguasai
amalan dan ilmu ini, hendaknya
semakin cermat dan teliti atas
berbagai masalah.
Masalah itu satu tempat
dengan pengaruhnya. Sebagai
ibaratnya sekejap pun tak
boleh lupa. Lahiriah kau
landasilah dengan
pengetahuan empat hal.
Semuanya tanggapilah secara
sama. Sedangkan kelimanya
adalah dapat tersimpan dengan
baik, berguna dimana saja!
Artinya mati di dalam hidup.
Atau sama dengan hidup di
dalam mati. Ialah hidup abadi.
Yang mati itu nafsunya.
Lahiriah badan yang menjalani
mati. Tertimpa pada jasad
yang sebenarnya.
Kenyataannya satu wujud.
Raga sukma, sukma muksa.
Jelasnya mengalami kematian!
Syekh Malaya, terimalah hal ini
sebagai ajaranku dengan
senang hatimu! Anugrah
berupa wahyu akan datang
kepadamu. Seperti bulan yang
diterangi cahaya temaram.
Bukankah turnya wahyu
meninggalkan kotoran? Bersih
bening, hilang kotorannya ”.
Kemudian Kanjeng Nabi Khidir
berkata dengan lembut dan
tersenyum. “Tak ada yang
dituju, semua sudah tercakup
haknya. Tidak ada yang
diharapkan dengan
keprawiraan, kesaktian
semuanya sudah berlalu. Toh
semuanya itu alat
peperangan”. Habislah sudah
wejangan Kanjeng Nabi Khidir.
Syekh Malaya merasa sungkan
sekali di dalam hati. Mawas
diri ke dalam dirinya sendiri.
Kehendak hati rasanya sudah
mendapat petunjuk yang
cukup. Rasa batinya
menjelajah jagad raya tanpa
sayap. Keseluruh jagad raya,
jasadnya sudah terkendali.
Menguasai hakekat semua
ilmu. Misalnya bunga yang
masih lam kuncup, sekarang
sudah mekar berkembang dan
baunya semerbak mewangi.
Karena sudah mendapat san
Pancaretna, kemudian Sunan
Kalijaga disuruh kelura dari
raga Kanjeng Nabi Khidir
kembali ke alamnya semula”.
Lalu Kanjeng Nabi Khidir
berkata, “He, Malaya. Kau
sudah diterima Hyang Sukma.
Berhasil menyebarkan aroma
Kasturi yang sebenarnya. Dan
rasa yang memanaskan hatimu
pun lenyap. Sudah menjelajahi
seluruh permukaan bumi.
Artinya godaan hati ialah rasa
qonaah yang semakin
dimantapkan. Ibarat memakai
pakaian sutra yang indah.
Selalu mawas diri. Semua
tingkah laku yang halus.
Diserapkan kedalam jiwa,
dirawat seperti emas. Dihiasi
dengan keselamatan, dan
dipajang seperti permata, agar
mengetahui akan kemauan
berbagai tingkah laku manusia.
Perhaluslah budi pekermu atau
akhlak ini! Warna hati kita yang
sedang mekar baik, sering
dinamakan Kasturi Jati.
Sebagai pertanda bahwa kita
tidak mudah goyah, terhadap
gerak-gerik, sikap hati yang
ingin menggapai sesuatu
tanpa ilmu, ingin mendalami
tentang ruh itu justru keliru.
Lagi pula secara penataan, kita
itu ibaratnya busana yang
dipakai sebagai kerudung.
Sedangkan yang ikat kepala
sebagai sarungmu. Kemudian
terlibat ingatan ketika dulu.
Ibarat mendalami mati ketika
berada di dalam rongga
ragaku.
Tampak oleh Sunan Kalijaga
cahaya. Yang warnanya merah
dan kuning itu, sebagai
hambatan yang menghadang
agar gagal usaha atauu ikhtiar
atau cita-citanya. Dan yang
putih di tengah itulah yang
sebenarnya harus diikuti.
Kelimanya harus tetap
diwaspadai. Kuasailah
seketika jangan sampai lupa!
Bisa dipercaya sifatnya. Berkat
kesediaanku berbuat sebagai
penyekat. Untuk alat
pembebas sifat berbangga diri.
Yang selalu didambakan siang
dan malam. Bukankah aku
banyak sekali melekat atau
mengetahui caranya pemuka
agama yang ternyata salah
dalam penafsiran. Dan
penyampaian keterangannya?
Anggapannya sudah benar. Tak
tahunya malah mematikan
pengertian yang benar.
Akibatnya terperosok dalam
penerapannya. Ada pemuka
agama yang ibaratnya menjadi
murung. Ia hanya sekedar
mencari tempat bertengger
saja. Yaitu pada batang kayu
yang baik rimbun, lebat
buahnya, kuat batangnya.
Untuk kemuliaan hidup baru.
Ada orang yang berkedudukan,
ada yang ikut orang kaya.
Akhirnya di masyarakatkan.
Ibaratnya seperti sekedar
memperoleh kemuliaan
sepele. Jadinya tersesat-
sesat. Ada pula yang justru
memiliki jalan terpaksa.
Menumpuk kekayaan harta dan
istri banyak. Ada pula yang
memilih jalan menguasai
putranya. Putra yang bakal
menguasai hak asasi orang
per orang. Semuanya ingin
mendapatkan yang serba lebih
di dalam memiliki jalan
mereka. Kalau demikian
halnya, menurut pendapatku,
belumlah mereka disebut
pemuka agama yang berserah
diri sepenuhnya kepada Allah,
tapi masih berkeinginan pribadi
atau berambisi. Agar semua
itu menjunjung harkat dan
martabat. Tatanan yang tidak
pasti, belum bisa disebut
manusia utama. Yang demikian
itu menurut anggapannya dan
perasaannya mendapatkan
kebahagiaan, kekayaan dan
mengerti hak yang benar. Bila
kemudian tertimpa kedudukan,
terlanjur terbiasa. Memilih
jalan sembarang tempat, tanpa
mengahasilkan jerih payahnya
dan tanpa hasil. Dalam arti
mengalami kegagalan total.
Setidak-tidaknya menimbulkan
kecurigaan. Apa kebiasaan
ketika hidup didunia. Ketika
menghadapi datangnya maut,
disitulah biasanya tidak kuat
menerima ajal. Merasa berat
meninggalkan kehidupan dunia
yang tersangkal lagi.
Pokoknya masih lekat sekali
pada kehidupan duniawi.
Begitulah beratnya amencari
kemuliaan. Tidak boleh lagi
merasa terlekat kepada anak-
istri. Pada saat-saat
menghadap ajatnya. Bila salah
menjawab pertanyaannya
bumi, lebih baik jangan jadi
manusia! Kalau matinya tanpa
pertanggungjawaban. Bila kau
sudah merasa hatimu benar.
Akan hidup abadi tanpa hisab.
Akibatnya, tubuh bumi itu
keterdiamannya tidak
membantu. Kesepiannya tidak
mencair. Tidak mempedulikan
pembicaraan orang lain yang
ditujukan kepadanya. Yaitu
bagaimana hilang dan mati
bersama raganya ialah
diidamkannya. Sehingga
mempertinggi semedinya,
untuk mengejar keberhasilan.
Tapi sayang tanpa petunjuk
Allah, apalagi hanya semedi
semata. Tidak disertai
dukungan ilmu.

2 komentar:

  1. Assalamu alaikum Wr........
    lam kenal
    komentar Aku sangat baik sekali , tapi masi merasa bingung karena aku mengi ku atau membacanya tidak merasa nyaman karena belum tersusun daru=i awal kali ridho kirimkan Aku ten tang bagaimana untuk merawat agar bisa rasa tunggal jati dan bagai mana caranya

    BalasHapus