Bintang-bintang telah menghilang
Bulan pun hilang dari pandangan
Surya sudah tak bercahaya
Bumi telah menjadi misteri
Irama syurga telah menggema
Berkuasa, bertahta, dan
bersinggasana
Malaikat datang membawa amanat
Membabad jasad-jasad penuh
maksiat
Nyawa-nyawa telah tiada
Telah hilang dalam nirwana
Jiwa-jiwa yang musnah
raga yang ditinggal penuh darah
dan nanah
Bukan cerita narasi apalagi deskripsi
Juga bukan mimpi yang perlu
diilhami
Ini hanyalah syair kematian
Yang selalu akan menakutkan
syair syair kematian pra kehidupan sejati
di ciptakan setan oleh ALLOH itu untuk di pelajari tentang apa apa yg tidak di senangiNYA
Minggu, 18 April 2010
Sabtu, 17 April 2010
mengenal diri dari serat asmaralaya
Dalam budaya Jawa banyak serat
yang diciptakan oleh nenek moyang
kita. Salah satunya adalah Serat
Asmaralaya. Jika kita mempelajari
serat Asmaralaya tersebut, maka
kita akan mengetahui dunung kita
pribadi.
Dalam sebuah hadist di ajaran Islam
disebutkan “Barangsiapa yang
mengetahui dirinya sendiri, maka ia
akan tahu Tuhannya ”. Nah, kalau
Anda ingin mengetahui diri Anda
pribadi, tidak ada salahnya belajar
pada Serat Asmaralaya. Serat
Asmaralaya tersebut antara lain
berbunyi:
Ana wiku medhar ananing hyang
agung
kang nglimputi dhiri
wayangan nya dumumung neng
netranira
bunder nguwung lir sunaring surya
nrawung
aran nur muhammad
weneh muwus jatining kang
murbeng idhup
yaiku pramana
kang misesa ing sakalir
dumuning neng utyaka guruloka
iya iku tembung arab baitul makmur
Ada Orang Bijak menjelaskan
adanya Hyang Agung
Yang menyelimuti diri
Gambarannya ada pada Matamu
sendiri
Bentuknya bundar memancarkan
sinar surya yang menerawang
Yang dijuluki Nur Muhammad
Memberikan kesejatian dalam hidup
Yaitu pramana
Yang menguasai segalanya
Letaknya ada di guruloka
Yaitu bahasa Arabnya baitul
makmur
Tandane kang nyata
aneng gebyaring pangeksi
lwih waspada wruh gumlaring alam
donya
mung pramana kang bisa nuntun
marang swarga
ana rupa kadya rupanta priyangga
kang akonus saking kamungsangta
wus
saplak nora siwah
amung mawa caya putih
yaiku aran mayangga seta
Tandanya yang nyata
Ada dalam gebyar angan-angan
Lebih waspada tahu gumelarnya
alam dunia
Hanya pramana yang bisa
menuntun ke Surga
Ada bentuk rupa seperti rupa orang
Yang mengaku dari prasangka
Yang tidak berbeda satu dengan
lainnya
Hanya lewat cahaya putih
Yang disebut Mayangga Seta
ana cahya seta prapta geng sabda
iya iku nur muhammad kang
satuhu
cahya maya maya
jumeneng munggwing unggyaning
tuntung driya anartani triloka
baitul makmur baitul mukharam
tetelu
ing baitul muqadas
Ada cahaya putih seperti SabdaNya
Iya itu Nur Muhammad yang sejati
Cahaya maya-maya (samar-samar)
Terletak umpama tingkatan
Dalam indera yang disebut triloka
(tiga tempat)
Baitul makmur baitul mukharam
ketiga
Di baitul muqadas
sumanar prapteng pangeksi
liyepena katon ponang cahya maya
anarawung warna warna wor
dumunung
nuksmeng cahya kang sajati
ingkang padhang gumilang tanpa
wayangan
langgeng nguwung angebeki
buwana gung
mulih purwanira
Bersinar tanpa henti
Gambarannya tampak mirip cahaya
maya
Berbaur warna-warna yang ada
Dengan cahaya yang sejati
Yang terang benderan tanpa
halangan
Langgeng memenuhi buwana yang
agung
Terhadap dirimu
duk durung tumurun maring
ngarcapada awarna warana raga
cahyanipun gumilang gilang
nelawung
tanpa wewayangan
nelahi sesining bumi
gya tumurun dadya manungsa
Ketika belum turun
Ke alam dunia berbentuk raga
Cahayanya penuh gebyar
Tanpa halangan
Memenuhi seisi bumi
Akhirnya segera turun menjadi
manusia
marma temtu yen prapta antareng
layu
ana cahya prapta
gumilang pindhah angganing
tirta munggwing ron lumbu amaya
maya
dyan puniku ciptanen dadya
sawujud
lawan sabdanira
kang sinedyan samadyaning
ngen ngenta yekti waluya sampurna
mulya wangsul mring salira
numuhun
Tentu saja ketika sudah waktunya
Ada cahaya
Bersinar berpindah warna
Air seperti berbentuk samar-samar
Yaitu cipta yang menjadi satu wujud
Dengan sabda mu sendiri
Yang langsung terjadi
Yang diangan-angankan pasti terjadi
sempurna
Mulia kembali pada dirimu sendiri
sabda gaib babar
bali angebaki bumi
tribuwana kebak bangkit megat
nyawa
Sabda gaib kembali digelar
Kembali memenuhi bumi
Tribuwana penuh bangkit
memisahkan nyawa
Serat asmalaya adalah salah satu
serat Jawa yang berbentuk suluk
atau piwulang, berisikan ajaran suci
berdasarkan ajaran Islam yang
dipadukan dengan ajaran kejawen.
Lebih dari itu, serat ini adalah hasil
pemikiran dan perenungan nenek
moyang kita. Serat ini penuh
dengan pesan moral yang
bernafaskan Islam. Ajaran yang
terkandung dalam serat ini erat
kaitannya dengan perbuatan dan
kelakuan yang merupakan cerminan
budi pekerti manusia.
yang diciptakan oleh nenek moyang
kita. Salah satunya adalah Serat
Asmaralaya. Jika kita mempelajari
serat Asmaralaya tersebut, maka
kita akan mengetahui dunung kita
pribadi.
Dalam sebuah hadist di ajaran Islam
disebutkan “Barangsiapa yang
mengetahui dirinya sendiri, maka ia
akan tahu Tuhannya ”. Nah, kalau
Anda ingin mengetahui diri Anda
pribadi, tidak ada salahnya belajar
pada Serat Asmaralaya. Serat
Asmaralaya tersebut antara lain
berbunyi:
Ana wiku medhar ananing hyang
agung
kang nglimputi dhiri
wayangan nya dumumung neng
netranira
bunder nguwung lir sunaring surya
nrawung
aran nur muhammad
weneh muwus jatining kang
murbeng idhup
yaiku pramana
kang misesa ing sakalir
dumuning neng utyaka guruloka
iya iku tembung arab baitul makmur
Ada Orang Bijak menjelaskan
adanya Hyang Agung
Yang menyelimuti diri
Gambarannya ada pada Matamu
sendiri
Bentuknya bundar memancarkan
sinar surya yang menerawang
Yang dijuluki Nur Muhammad
Memberikan kesejatian dalam hidup
Yaitu pramana
Yang menguasai segalanya
Letaknya ada di guruloka
Yaitu bahasa Arabnya baitul
makmur
Tandane kang nyata
aneng gebyaring pangeksi
lwih waspada wruh gumlaring alam
donya
mung pramana kang bisa nuntun
marang swarga
ana rupa kadya rupanta priyangga
kang akonus saking kamungsangta
wus
saplak nora siwah
amung mawa caya putih
yaiku aran mayangga seta
Tandanya yang nyata
Ada dalam gebyar angan-angan
Lebih waspada tahu gumelarnya
alam dunia
Hanya pramana yang bisa
menuntun ke Surga
Ada bentuk rupa seperti rupa orang
Yang mengaku dari prasangka
Yang tidak berbeda satu dengan
lainnya
Hanya lewat cahaya putih
Yang disebut Mayangga Seta
ana cahya seta prapta geng sabda
iya iku nur muhammad kang
satuhu
cahya maya maya
jumeneng munggwing unggyaning
tuntung driya anartani triloka
baitul makmur baitul mukharam
tetelu
ing baitul muqadas
Ada cahaya putih seperti SabdaNya
Iya itu Nur Muhammad yang sejati
Cahaya maya-maya (samar-samar)
Terletak umpama tingkatan
Dalam indera yang disebut triloka
(tiga tempat)
Baitul makmur baitul mukharam
ketiga
Di baitul muqadas
sumanar prapteng pangeksi
liyepena katon ponang cahya maya
anarawung warna warna wor
dumunung
nuksmeng cahya kang sajati
ingkang padhang gumilang tanpa
wayangan
langgeng nguwung angebeki
buwana gung
mulih purwanira
Bersinar tanpa henti
Gambarannya tampak mirip cahaya
maya
Berbaur warna-warna yang ada
Dengan cahaya yang sejati
Yang terang benderan tanpa
halangan
Langgeng memenuhi buwana yang
agung
Terhadap dirimu
duk durung tumurun maring
ngarcapada awarna warana raga
cahyanipun gumilang gilang
nelawung
tanpa wewayangan
nelahi sesining bumi
gya tumurun dadya manungsa
Ketika belum turun
Ke alam dunia berbentuk raga
Cahayanya penuh gebyar
Tanpa halangan
Memenuhi seisi bumi
Akhirnya segera turun menjadi
manusia
marma temtu yen prapta antareng
layu
ana cahya prapta
gumilang pindhah angganing
tirta munggwing ron lumbu amaya
maya
dyan puniku ciptanen dadya
sawujud
lawan sabdanira
kang sinedyan samadyaning
ngen ngenta yekti waluya sampurna
mulya wangsul mring salira
numuhun
Tentu saja ketika sudah waktunya
Ada cahaya
Bersinar berpindah warna
Air seperti berbentuk samar-samar
Yaitu cipta yang menjadi satu wujud
Dengan sabda mu sendiri
Yang langsung terjadi
Yang diangan-angankan pasti terjadi
sempurna
Mulia kembali pada dirimu sendiri
sabda gaib babar
bali angebaki bumi
tribuwana kebak bangkit megat
nyawa
Sabda gaib kembali digelar
Kembali memenuhi bumi
Tribuwana penuh bangkit
memisahkan nyawa
Serat asmalaya adalah salah satu
serat Jawa yang berbentuk suluk
atau piwulang, berisikan ajaran suci
berdasarkan ajaran Islam yang
dipadukan dengan ajaran kejawen.
Lebih dari itu, serat ini adalah hasil
pemikiran dan perenungan nenek
moyang kita. Serat ini penuh
dengan pesan moral yang
bernafaskan Islam. Ajaran yang
terkandung dalam serat ini erat
kaitannya dengan perbuatan dan
kelakuan yang merupakan cerminan
budi pekerti manusia.
mati sakjroning urip
Banyak pelajaran yang bisa kita
ambil dari pengalaman hidup, baik
itu pengalaman hidup pribadi
maupun orang lain. Orang Jawa
menyebut belajar pada pengalaman
orang lain itu sebagai "kaca
benggala". Nah, kini kita belajar pada
pengalaman dari Kanjeng Sunan
Kalijaga.
Ketika itu, Kanjeng Sunan Kalijaga
yang juga dijuluki Syech Malaka
berniat hendak pergi ke Mekkah.
Tetapi, niatnya itu akhirnya dihadang
Nabi Khidir. Nabi Khidir berpesan
hendaknya Kanjeng Sunan Kalijaga
mengurungkan niatnya untuk pergi
ke Mekkah, sebab ada hal yang lebih
penting untuk dilakukan yakni
kembali ke pulau Jawa. Kalau tidak,
maka penduduk pulau Jawa akan
kembali kafir.
Bagaimana wejangan dari Nabi
Khidir pada Kanjeng Sunan Kalijaga?
Hal itu tercetus lewat Suluk Linglung
Sunan Kalijaga. Inilah kutipan
wejangannya:
Birahi ananireku,
aranira Allah jati.
Tanana kalih tetiga,
sapa wruha yen wus dadi,
ingsun weruh pesti nora,
ngarani namanireki
Timbullah hasrat kehendak Allah
menjadikan terwujudnya dirimu;
dengan adanya wujud dirimu
menunjukkan akan adanya Allah
dengan sesungguhnya; Allah itu
tidak mungkin ada dua apalagi tiga.
Siapa yang mengetahui asal muasal
kejadian dirinya, saya berani
memastikan bahwa orang itu tidak
akan membanggakan dirinya
sendiri.
Sipat jamal ta puniku,
ingkang kinen angarani,
pepakane ana ika,
akon ngarani puniki,
iya Allah angandika,
mring Muhammad kang kekasih.
Ada pun sifat jamal (sifat terpuji/
bagus) itu ialah, sifat yang selalu
berusaha menyebutkan, bahwa
pada dasarnya adanya dirinya,
karena ada yang mewujudkan
adanya. Demikianlah yang
difirmankan Allah kepada Nabi
Muhammad yang menjadi Kekasih-
Nya
Yen tanana sira iku,
ingsun tanana ngarani,
mung sira ngarani ing wang,
dene tunggal lan sireki iya Ingsun
iya sira,
aranira aran mami
Kalau tidak ada dirimu, Allah tidak
dikenal/disebut-sebut; Hanya
dengan sebab ada kamulah yang
menyebutkan keberadaan-Ku;
Sehingga kelihatan seolah-olah satu
dengan dirimu. Adanya AKU, Allah,
menjadikan dirimu. Wujudmu
menunjukkan adanya Dzatku
Tauhid hidayat sireku,
tunggal lawan Sang Hyang Widhi,
tunggal sira lawan Allah,
uga donya uga akhir,
ya rumangsana pangeran,
ya Allah ana nireki.
Tauhid hidayah yang sudah ada
padamu, menyatu dengan Tuhan.
Menyatu dengan Allah, baik di dunia
maupun di akherat. Dan kamu
merasa bahwa Allah itu ada dalam
dirimu
Ruh idhofi neng sireku,
makrifat ya den arani,
uripe ingaranan Syahdat,
urip tunggil jroning urip sujud rukuk
pangasonya,
rukuk pamore Hyang Widhi
Ruh idhofi ada dalam dirimu.
Makrifat sebutannya. Hidupnya
disebut Syahadat (kesaksian), hidup
tunggal dalam hidup. Sujud rukuk
sebagai penghiasnya. Rukuk berarti
dekat dengan Tuhan pilihan.
Sekarat tananamu nyamur,
ja melu yen sira wedi,
lan ja melu-melu Allah,
iku aran sakaratil,
ruh idhofi mati tannana,
urip mati mati urip.
Penderitaan yang selalu menyertai
menjelang ajal (sekarat) tidak terjadi
padamu. Jangan takut menghadapi
sakratulmaut, dan jangan ikut-ikutan
takut menjelang pertemuanmu
dengan Allah. Perasaan takut itulah
yang disebut dengan sekarat. Ruh
idhofi tak akan mati; Hidup mati,
mati hidup
Liring mati sajroning ngahurip,
iya urip sajtoning pejah,
urip bae selawase,
kang mati nepsu iku,
badan dhohir ingkang nglakoni,
katampan badan kang nyata,
pamore sawujud, pagene ngrasa
matiya,
Syekh Malaya (S.Kalijaga) den
padhang sira nampani,
Wahyu prapta nugraha.
mati di dalam kehidupan. Atau sama
dengan hidup dalam kematian. Ialah
hidup abadi. Yang mati itu nafsunya.
Lahiriah badan yang menjalani mati.
Tertimpa pada jasad yang
sebenarnya. Kenyataannya satu
wujud. Raga sirna, sukma mukhsa.
Jelasnya mengalami kematian! Syeh
Malaya (S.Kalijaga), terimalah hal ini
sebagai ajaranku dengan hatimu
yang lapang. Anugerah berupa
wahyu akan datang padamu.
Dari wejangan tersebut kita bisa
lebih mengenal GUSTI ALLAH dan
seharusnya manusia tidak takut
untuk menghadapi kematian.
Disamping itu juga terdapat
wejangan tentang bagaimana
seharusnya semedi yang disebut
"mati sajroning ngahurip" dan
bagaimana dalam menjalani
kehidupan di dunia ini.
ambil dari pengalaman hidup, baik
itu pengalaman hidup pribadi
maupun orang lain. Orang Jawa
menyebut belajar pada pengalaman
orang lain itu sebagai "kaca
benggala". Nah, kini kita belajar pada
pengalaman dari Kanjeng Sunan
Kalijaga.
Ketika itu, Kanjeng Sunan Kalijaga
yang juga dijuluki Syech Malaka
berniat hendak pergi ke Mekkah.
Tetapi, niatnya itu akhirnya dihadang
Nabi Khidir. Nabi Khidir berpesan
hendaknya Kanjeng Sunan Kalijaga
mengurungkan niatnya untuk pergi
ke Mekkah, sebab ada hal yang lebih
penting untuk dilakukan yakni
kembali ke pulau Jawa. Kalau tidak,
maka penduduk pulau Jawa akan
kembali kafir.
Bagaimana wejangan dari Nabi
Khidir pada Kanjeng Sunan Kalijaga?
Hal itu tercetus lewat Suluk Linglung
Sunan Kalijaga. Inilah kutipan
wejangannya:
Birahi ananireku,
aranira Allah jati.
Tanana kalih tetiga,
sapa wruha yen wus dadi,
ingsun weruh pesti nora,
ngarani namanireki
Timbullah hasrat kehendak Allah
menjadikan terwujudnya dirimu;
dengan adanya wujud dirimu
menunjukkan akan adanya Allah
dengan sesungguhnya; Allah itu
tidak mungkin ada dua apalagi tiga.
Siapa yang mengetahui asal muasal
kejadian dirinya, saya berani
memastikan bahwa orang itu tidak
akan membanggakan dirinya
sendiri.
Sipat jamal ta puniku,
ingkang kinen angarani,
pepakane ana ika,
akon ngarani puniki,
iya Allah angandika,
mring Muhammad kang kekasih.
Ada pun sifat jamal (sifat terpuji/
bagus) itu ialah, sifat yang selalu
berusaha menyebutkan, bahwa
pada dasarnya adanya dirinya,
karena ada yang mewujudkan
adanya. Demikianlah yang
difirmankan Allah kepada Nabi
Muhammad yang menjadi Kekasih-
Nya
Yen tanana sira iku,
ingsun tanana ngarani,
mung sira ngarani ing wang,
dene tunggal lan sireki iya Ingsun
iya sira,
aranira aran mami
Kalau tidak ada dirimu, Allah tidak
dikenal/disebut-sebut; Hanya
dengan sebab ada kamulah yang
menyebutkan keberadaan-Ku;
Sehingga kelihatan seolah-olah satu
dengan dirimu. Adanya AKU, Allah,
menjadikan dirimu. Wujudmu
menunjukkan adanya Dzatku
Tauhid hidayat sireku,
tunggal lawan Sang Hyang Widhi,
tunggal sira lawan Allah,
uga donya uga akhir,
ya rumangsana pangeran,
ya Allah ana nireki.
Tauhid hidayah yang sudah ada
padamu, menyatu dengan Tuhan.
Menyatu dengan Allah, baik di dunia
maupun di akherat. Dan kamu
merasa bahwa Allah itu ada dalam
dirimu
Ruh idhofi neng sireku,
makrifat ya den arani,
uripe ingaranan Syahdat,
urip tunggil jroning urip sujud rukuk
pangasonya,
rukuk pamore Hyang Widhi
Ruh idhofi ada dalam dirimu.
Makrifat sebutannya. Hidupnya
disebut Syahadat (kesaksian), hidup
tunggal dalam hidup. Sujud rukuk
sebagai penghiasnya. Rukuk berarti
dekat dengan Tuhan pilihan.
Sekarat tananamu nyamur,
ja melu yen sira wedi,
lan ja melu-melu Allah,
iku aran sakaratil,
ruh idhofi mati tannana,
urip mati mati urip.
Penderitaan yang selalu menyertai
menjelang ajal (sekarat) tidak terjadi
padamu. Jangan takut menghadapi
sakratulmaut, dan jangan ikut-ikutan
takut menjelang pertemuanmu
dengan Allah. Perasaan takut itulah
yang disebut dengan sekarat. Ruh
idhofi tak akan mati; Hidup mati,
mati hidup
Liring mati sajroning ngahurip,
iya urip sajtoning pejah,
urip bae selawase,
kang mati nepsu iku,
badan dhohir ingkang nglakoni,
katampan badan kang nyata,
pamore sawujud, pagene ngrasa
matiya,
Syekh Malaya (S.Kalijaga) den
padhang sira nampani,
Wahyu prapta nugraha.
mati di dalam kehidupan. Atau sama
dengan hidup dalam kematian. Ialah
hidup abadi. Yang mati itu nafsunya.
Lahiriah badan yang menjalani mati.
Tertimpa pada jasad yang
sebenarnya. Kenyataannya satu
wujud. Raga sirna, sukma mukhsa.
Jelasnya mengalami kematian! Syeh
Malaya (S.Kalijaga), terimalah hal ini
sebagai ajaranku dengan hatimu
yang lapang. Anugerah berupa
wahyu akan datang padamu.
Dari wejangan tersebut kita bisa
lebih mengenal GUSTI ALLAH dan
seharusnya manusia tidak takut
untuk menghadapi kematian.
Disamping itu juga terdapat
wejangan tentang bagaimana
seharusnya semedi yang disebut
"mati sajroning ngahurip" dan
bagaimana dalam menjalani
kehidupan di dunia ini.
Jumat, 16 April 2010
mengenal rasa
Banyak
orang yang bertanya, mengapa
dalam mempelajari Agama
mesti harus mengenal Rasa ?
Memang kalau hanya sampai
pada tingkat Syariat, bab rasa
tidak pernah dibicarakan atau
disinggung. Tetapi pada
tingkat Tarekat keatas bab
rasa ini mulai disinggung.
Karena bila belajar ilmu
Agama itu berarti mulai
mengenal siapa Sang Percipta
itu.
Karena ALLAH maha GHOIB
maka dalam mengenal hal
GHOIB kita wajib mengaji
rasa.
Jadi jelas berbeda dengan
tingkat syariat yang memang
mengaji telinga dan mulut
saja.Dan mereka hanya yakin
akan hasil kerja panca
inderanya.Bukan Batin!
Bab rasa dapat dibagi dalam
beberapa golongan .Yaitu :
RASA TUNGGAL, SEJATINYA
RASA, RASA SEJATI, RASA
TUNGGAL JATI.
Mengaji Rasa sangat
diperlukan dalam mengenal
GHOIB.Karena hanya dengan
mengaji rasa yang dimiliki
oleh batin itulah maka kita
akan mengenal dalam arti
yang sebenarnya,apa itu
GHOIB.
1. RASA TUNGGAL
Yang empunya Rasa Tunggal
ini ialah jasad/jasmani. Yaitu
rasa lelah, lemah dan capai.
Kalau Rasa lapar dan haus itu
bukan milik jasmani melainkan
milik nafsu.
Mengapa jasmani memiliki
rasa Tunggal ini. Karena
sesungguhnya dalam jasmani/
jasad ada penguasanya/
penunggunya. Orang tentu
mengenal nama QODHAM atau
ALIF LAM ALIF. Itulah
sebabnya maka didalam AL
QUR ’AN, ALLAH
memerintahkan agar kita mau
merawat jasad/jasmani. Kalau
perlu, kita harus menanyakan
kepada orang yang ahli/
mengerti. Selain merawatnya
agar tidak terkena penyakit
jasmani, kita pun harus
merawatnya agar tidak
menjadi korban karena ulah
hawa nafsu maka jasad
kedinginan, kepanasan ataupun
masuk angin.
Bila soal-soal ini kita
perhatikan dengan sungguh-
sungguh, niscaya jasad kita
juga tahu terima kasih. Kalau
dia kita perlakukan dengan
baik, maka kebaikan kita pun
akan dibalas dengan kebaikan
pula. Karena sesungguhnya
jasad itu pakaian sementara
untuk hidup sementara dialam
fana ini. Kalau selama hidup
jasad kita rawat dengan
sungguh-sungguh (kita
bersihkan 2 x sehari/mandi,
sebelum puasa keramas,
sebelum sholat berwudhu
dulu, dan tidak menjadi korban
hawa nafsu, serta kita lindungi
dari pengaruh alam), maka
dikala hendak mati jasad yang
sudah suci itu pasti akan mau
diajak bersama-sama kembali
keasal, untuk kembali ke sang
pencipta. Seperti halnya kita
bersama-sama pada waktu
dating/lahir kealam fana ini.
Mati yang demikian dinamakan
mati Tilem (tidur) atau mati
sempurna. Pandangan yang
kita lakukan malah sebaliknya.
Mati dengan meninggalkan
jasad. Kalau jasad sampai
dikubur, maka QODHAM atau
ALIF LAM ALIF, akan
mengalami siksa kubur. Dan
kelak dihari kiamat akan
dibangkitkan.
Dalam mencari nafkah baik
lahir maupun batin, jangan
mengabaikan jasad. Jangan
melupakan waktu istirahat.
Sebab itu ALLAH ciptakan
waktu 24 jam (8 jam untuk
mencari nafkah, 8 jam untuk
beribadah, dan 8 jam untuk
beristirahat). Juga dalam hal
berpuasa, jangan sampai
mengabaikan jasad. Sebab itu
ALLAH tidak suka yang
berlebih-lebihan. Karena yang
suka berlebih-lebihan itu
adalah Dzad (angan-angan).
Karena dzad mempunyai sifat
selalu tidak merasa puas.
2. SEJATINYA RASA
Apapun yang datangnya dari
luar tubuh dan menimbulkan
adanya rasa, maka rasa itu
dinamakan sejatinya rasa. Jadi
sejatinya rasa adalah milik
panca indera:
1. MATA : Senang karena
mata dapat melihat
sesuatu yang indah atau
tidak senang bila mata
melihat hal-hal yang tidak
pada tenpatnya.
2. TELINGA : Senang karena
mendengar suara yang
merdu atau tidak senang
mendengar isu atau
fitnahan orang.
3. HIDUNG : Senang mencium
bebauan wangi/harum atau
tidak senang mencium
bebauan yang busuk.
4. KULIT : Senang kalau
bersinggungan dengan
orang yang disayang atau
tidak senang
bersunggungan dengan
orang yang nerpenyakitan.
5. LIDAH : Senang makan
atau minum yang enak-
enak atau tidak senang
memakan makanan yang
busuk.
3. RASA SEJATI
Rasa sejati akan timbul bila
terdapat rangsangan dari luar,
dan dari tubuh kita akan
mengeluarkan sesuatu. Pada
waktu keluarnya sesuatu dari
tubuh kita itu, maka timbul
Rasa Sejati. Untuk jelasnya
lagi Rasa Sejati timbul pada
waktu klimaks/pada waktu
melakukan hubungan seksual.
4. RASA TUNGGAL JATI
Rasa Tunggal Jati sering
diperoleh oleh mereka yang
sudah dapat melakukan
Meraga Sukma (keluar dari
jasad) dan Solat Dha ’im.
Beda antara Meraga Sukma dan
Sholat Dha ’im ialah :
1. Kalau Meraga Sukma jasad
masih ada.batin keluar dan
dapat pergi kemana saja.
2. Kalau Sholat Dha ’im jasad
dan batin kembali keujud
Nur dan lalu dapat pergi
kemana saja yang
dikehendaki. Juga dapat
kembali / bepergian ke
ALAM LAUHUL MAKHFUZ.
Bila kita Meraga Sukma
maupun sholat Dha ’im, mula
pertama dari ujung kaki akan
terasa seperti ada “aliran“
yang menuju ke atas /
kekepala. Pada Meraga sukma,
bila “aliran“ itu setibanya
didada akan menimbulkan rasa
ragu-ragu/khawatir atau was-
was. Bila kita ikhlas, maka
kejadian selanjutnya kita dapat
keluar dari jasad, dan yang
keluar itu ternyata masih
memiliki jasad. Memang
sesungguhnyalah, bahwa
setiap manusia itu memiliki 3
buah wadah lagi, selain jasad/
jasmani yang tampak oleh
mata lahir ini. Pada bagian lain
bab ini akan kita kupas.Kalau
sholat Dha ’im bertepatan
dengan adanya “Aliran“ dari
arah ujung kaki, maka dengan
cepat bagian tubuh kita akan
“ Menghilang“ dan kita akan
berubah menjadi seberkas Nur
sebesar biji ketumbar dibelah
7 bagian. Bercahaya bagai
sebutir berlian yang
berkilauan. Nah, rasa keluar
dari jasad atau rasa berubah
menjadi setitik Nur. Nur inilah
yang disebut sebagai Rasa
Tunggal Jati. Selain itu, baik
dalam Meraga Sukma maupun
Sholat Dha ’im. Bila hendak
bepergian kemana-mana kita
tinggal meniatkan saja maka
sudah sampai. Rasa ini juga
dapat disebut Rasa Tunggal
Jati. Sebab dalam bepergian itu
kita sudah tidak merasakan
haus, lapar, kehausan,
kedinginan dan lain
sebagainya. Bagi mereka yang
berkeinginan untuk dapat
melakukan Meraga Sukma
dianjurkan untuk sering
Tirakat/Kannat puasa.
Jadikanlah puasa itu sebagai
suatu kegemaran. Dan yang
penting juga jangan dilupakan
melakukan Dzikir gabungan
NAFI-ISBAT dan QOLBU. Dalam
sehari-hari sudah pada tahapan
lillahi ta ’ala.
Hal ini berlaku baik mereka
yang menghendaki untuk dapat
melakukan SHOLAT DHA ’IM.
Kalau Meraga Sukma
mempergunakan Nur ALLAH,
tapi bila SHOLAT DHA ’IM sudah
mempergunakan Nur ILLAHI.
Karena ada Rasa Sejati, maka
Rasa merupakan asal usul
segala sesuatu yang ada. Oleh
sebab itu bila hendak
mendalami ilmu MA ’RIFAT
Islam dianjurkan untuk selalu
bertindak berdasarkan rasa.
Artinya jangan membenci,
jangan menaruh dendam,
jangan iri, jangan sirik, jangan
bertindak sembrono, jangan
bertindak kasar terhadap
sesame manusia, dll. Sebab
dihadapan Tuhan Yang Maha
Kuasa, kita ini semua sama ,
karena masing-masing
memiliki rasa. Rasa merupakan
lingkaran penghubung antara
etika pergaulan antar manusia,
juga sebagai lingkaran
penghubung pergaulan umat
dengan Penciptanya. Rasa
Tunggal jati ini mempunyai arti
dan makna yang luas. Karena
bagai hidup itu sendiri. Apapun
yang hidup mempunyai arti.
Dan apapun yang mempunyai
arti itu hidup. Sama halnya
apapun yang hidup mempunyai
Rasa. Dan apapun yang
mempunyai Rasa itu Hidup.
Dengan penjelasan ini, maka
dapat diambil kesimpilan
bahwa yang mendiami Rasa itu
adalah Hidup. Dan Hidup itu
sendiri ialah Sang Pencipta/
ALLAH. Padahal kita semua ini
umat yang hidup. Jadi sama
ada Penciptanya. Oleh sebab
itu, umat manusia harus saling
menghormati, tidak saling
merugikan, bahkan harus
saling tolong menolang dll.
Dan hal ini sesuai dalam firman
ALLAH : “HAI MANUSIA!
MASUKLAH KALIAN DALAM
PERDAMAIAN, JANGAN
BERPECAH BELAH MENGIKUTI
LANGKAH SYAITAN,
SESUNGGUHNYA SYAITAN ITU
MUSUHMU YANG NYATA ”
orang yang bertanya, mengapa
dalam mempelajari Agama
mesti harus mengenal Rasa ?
Memang kalau hanya sampai
pada tingkat Syariat, bab rasa
tidak pernah dibicarakan atau
disinggung. Tetapi pada
tingkat Tarekat keatas bab
rasa ini mulai disinggung.
Karena bila belajar ilmu
Agama itu berarti mulai
mengenal siapa Sang Percipta
itu.
Karena ALLAH maha GHOIB
maka dalam mengenal hal
GHOIB kita wajib mengaji
rasa.
Jadi jelas berbeda dengan
tingkat syariat yang memang
mengaji telinga dan mulut
saja.Dan mereka hanya yakin
akan hasil kerja panca
inderanya.Bukan Batin!
Bab rasa dapat dibagi dalam
beberapa golongan .Yaitu :
RASA TUNGGAL, SEJATINYA
RASA, RASA SEJATI, RASA
TUNGGAL JATI.
Mengaji Rasa sangat
diperlukan dalam mengenal
GHOIB.Karena hanya dengan
mengaji rasa yang dimiliki
oleh batin itulah maka kita
akan mengenal dalam arti
yang sebenarnya,apa itu
GHOIB.
1. RASA TUNGGAL
Yang empunya Rasa Tunggal
ini ialah jasad/jasmani. Yaitu
rasa lelah, lemah dan capai.
Kalau Rasa lapar dan haus itu
bukan milik jasmani melainkan
milik nafsu.
Mengapa jasmani memiliki
rasa Tunggal ini. Karena
sesungguhnya dalam jasmani/
jasad ada penguasanya/
penunggunya. Orang tentu
mengenal nama QODHAM atau
ALIF LAM ALIF. Itulah
sebabnya maka didalam AL
QUR ’AN, ALLAH
memerintahkan agar kita mau
merawat jasad/jasmani. Kalau
perlu, kita harus menanyakan
kepada orang yang ahli/
mengerti. Selain merawatnya
agar tidak terkena penyakit
jasmani, kita pun harus
merawatnya agar tidak
menjadi korban karena ulah
hawa nafsu maka jasad
kedinginan, kepanasan ataupun
masuk angin.
Bila soal-soal ini kita
perhatikan dengan sungguh-
sungguh, niscaya jasad kita
juga tahu terima kasih. Kalau
dia kita perlakukan dengan
baik, maka kebaikan kita pun
akan dibalas dengan kebaikan
pula. Karena sesungguhnya
jasad itu pakaian sementara
untuk hidup sementara dialam
fana ini. Kalau selama hidup
jasad kita rawat dengan
sungguh-sungguh (kita
bersihkan 2 x sehari/mandi,
sebelum puasa keramas,
sebelum sholat berwudhu
dulu, dan tidak menjadi korban
hawa nafsu, serta kita lindungi
dari pengaruh alam), maka
dikala hendak mati jasad yang
sudah suci itu pasti akan mau
diajak bersama-sama kembali
keasal, untuk kembali ke sang
pencipta. Seperti halnya kita
bersama-sama pada waktu
dating/lahir kealam fana ini.
Mati yang demikian dinamakan
mati Tilem (tidur) atau mati
sempurna. Pandangan yang
kita lakukan malah sebaliknya.
Mati dengan meninggalkan
jasad. Kalau jasad sampai
dikubur, maka QODHAM atau
ALIF LAM ALIF, akan
mengalami siksa kubur. Dan
kelak dihari kiamat akan
dibangkitkan.
Dalam mencari nafkah baik
lahir maupun batin, jangan
mengabaikan jasad. Jangan
melupakan waktu istirahat.
Sebab itu ALLAH ciptakan
waktu 24 jam (8 jam untuk
mencari nafkah, 8 jam untuk
beribadah, dan 8 jam untuk
beristirahat). Juga dalam hal
berpuasa, jangan sampai
mengabaikan jasad. Sebab itu
ALLAH tidak suka yang
berlebih-lebihan. Karena yang
suka berlebih-lebihan itu
adalah Dzad (angan-angan).
Karena dzad mempunyai sifat
selalu tidak merasa puas.
2. SEJATINYA RASA
Apapun yang datangnya dari
luar tubuh dan menimbulkan
adanya rasa, maka rasa itu
dinamakan sejatinya rasa. Jadi
sejatinya rasa adalah milik
panca indera:
1. MATA : Senang karena
mata dapat melihat
sesuatu yang indah atau
tidak senang bila mata
melihat hal-hal yang tidak
pada tenpatnya.
2. TELINGA : Senang karena
mendengar suara yang
merdu atau tidak senang
mendengar isu atau
fitnahan orang.
3. HIDUNG : Senang mencium
bebauan wangi/harum atau
tidak senang mencium
bebauan yang busuk.
4. KULIT : Senang kalau
bersinggungan dengan
orang yang disayang atau
tidak senang
bersunggungan dengan
orang yang nerpenyakitan.
5. LIDAH : Senang makan
atau minum yang enak-
enak atau tidak senang
memakan makanan yang
busuk.
3. RASA SEJATI
Rasa sejati akan timbul bila
terdapat rangsangan dari luar,
dan dari tubuh kita akan
mengeluarkan sesuatu. Pada
waktu keluarnya sesuatu dari
tubuh kita itu, maka timbul
Rasa Sejati. Untuk jelasnya
lagi Rasa Sejati timbul pada
waktu klimaks/pada waktu
melakukan hubungan seksual.
4. RASA TUNGGAL JATI
Rasa Tunggal Jati sering
diperoleh oleh mereka yang
sudah dapat melakukan
Meraga Sukma (keluar dari
jasad) dan Solat Dha ’im.
Beda antara Meraga Sukma dan
Sholat Dha ’im ialah :
1. Kalau Meraga Sukma jasad
masih ada.batin keluar dan
dapat pergi kemana saja.
2. Kalau Sholat Dha ’im jasad
dan batin kembali keujud
Nur dan lalu dapat pergi
kemana saja yang
dikehendaki. Juga dapat
kembali / bepergian ke
ALAM LAUHUL MAKHFUZ.
Bila kita Meraga Sukma
maupun sholat Dha ’im, mula
pertama dari ujung kaki akan
terasa seperti ada “aliran“
yang menuju ke atas /
kekepala. Pada Meraga sukma,
bila “aliran“ itu setibanya
didada akan menimbulkan rasa
ragu-ragu/khawatir atau was-
was. Bila kita ikhlas, maka
kejadian selanjutnya kita dapat
keluar dari jasad, dan yang
keluar itu ternyata masih
memiliki jasad. Memang
sesungguhnyalah, bahwa
setiap manusia itu memiliki 3
buah wadah lagi, selain jasad/
jasmani yang tampak oleh
mata lahir ini. Pada bagian lain
bab ini akan kita kupas.Kalau
sholat Dha ’im bertepatan
dengan adanya “Aliran“ dari
arah ujung kaki, maka dengan
cepat bagian tubuh kita akan
“ Menghilang“ dan kita akan
berubah menjadi seberkas Nur
sebesar biji ketumbar dibelah
7 bagian. Bercahaya bagai
sebutir berlian yang
berkilauan. Nah, rasa keluar
dari jasad atau rasa berubah
menjadi setitik Nur. Nur inilah
yang disebut sebagai Rasa
Tunggal Jati. Selain itu, baik
dalam Meraga Sukma maupun
Sholat Dha ’im. Bila hendak
bepergian kemana-mana kita
tinggal meniatkan saja maka
sudah sampai. Rasa ini juga
dapat disebut Rasa Tunggal
Jati. Sebab dalam bepergian itu
kita sudah tidak merasakan
haus, lapar, kehausan,
kedinginan dan lain
sebagainya. Bagi mereka yang
berkeinginan untuk dapat
melakukan Meraga Sukma
dianjurkan untuk sering
Tirakat/Kannat puasa.
Jadikanlah puasa itu sebagai
suatu kegemaran. Dan yang
penting juga jangan dilupakan
melakukan Dzikir gabungan
NAFI-ISBAT dan QOLBU. Dalam
sehari-hari sudah pada tahapan
lillahi ta ’ala.
Hal ini berlaku baik mereka
yang menghendaki untuk dapat
melakukan SHOLAT DHA ’IM.
Kalau Meraga Sukma
mempergunakan Nur ALLAH,
tapi bila SHOLAT DHA ’IM sudah
mempergunakan Nur ILLAHI.
Karena ada Rasa Sejati, maka
Rasa merupakan asal usul
segala sesuatu yang ada. Oleh
sebab itu bila hendak
mendalami ilmu MA ’RIFAT
Islam dianjurkan untuk selalu
bertindak berdasarkan rasa.
Artinya jangan membenci,
jangan menaruh dendam,
jangan iri, jangan sirik, jangan
bertindak sembrono, jangan
bertindak kasar terhadap
sesame manusia, dll. Sebab
dihadapan Tuhan Yang Maha
Kuasa, kita ini semua sama ,
karena masing-masing
memiliki rasa. Rasa merupakan
lingkaran penghubung antara
etika pergaulan antar manusia,
juga sebagai lingkaran
penghubung pergaulan umat
dengan Penciptanya. Rasa
Tunggal jati ini mempunyai arti
dan makna yang luas. Karena
bagai hidup itu sendiri. Apapun
yang hidup mempunyai arti.
Dan apapun yang mempunyai
arti itu hidup. Sama halnya
apapun yang hidup mempunyai
Rasa. Dan apapun yang
mempunyai Rasa itu Hidup.
Dengan penjelasan ini, maka
dapat diambil kesimpilan
bahwa yang mendiami Rasa itu
adalah Hidup. Dan Hidup itu
sendiri ialah Sang Pencipta/
ALLAH. Padahal kita semua ini
umat yang hidup. Jadi sama
ada Penciptanya. Oleh sebab
itu, umat manusia harus saling
menghormati, tidak saling
merugikan, bahkan harus
saling tolong menolang dll.
Dan hal ini sesuai dalam firman
ALLAH : “HAI MANUSIA!
MASUKLAH KALIAN DALAM
PERDAMAIAN, JANGAN
BERPECAH BELAH MENGIKUTI
LANGKAH SYAITAN,
SESUNGGUHNYA SYAITAN ITU
MUSUHMU YANG NYATA ”
kidung tangise bumi
Bumine nangis, Eluhe lumpur
agawe giris
Bumine nesu watuk-watuk
ndadekake lindhu
Bumi wis tuwa jare kiyamat
wis arep teka
Iki pratandha bendune sing
Maha Kuwasa.
Bumine sambat gununge
gundhul alase dibabat
Bumi lara ati banjir bandhang
anggegirisi
Ujare wong pinter alas sing
subur minangka pager
Pagering bumi murih alam
tetep lestari.
Aduh Gusti kula nyuwun
pangapura
Kula niki sampun kathah dosa
Aduh Gusti Ingkang Maha
Kuasa
Nyuwun luwar saking godha
pangrencana.
Pra sedulur Tunggal Nusa
Tunggal Bangsa
Aja conkrah lan aja sulaya
Bareng urip golek dalan
padhang
Sujud sukur wonten ngarsane
Pangeran.
Kidung ati pangruwat Bangsa
sak Nagari
Mangga ndedonga dahuru
inggala sirna
Cancut gumregut bebarengan
mbangun Praja
Lestarekna alam murih bumine
ora murka.
agawe giris
Bumine nesu watuk-watuk
ndadekake lindhu
Bumi wis tuwa jare kiyamat
wis arep teka
Iki pratandha bendune sing
Maha Kuwasa.
Bumine sambat gununge
gundhul alase dibabat
Bumi lara ati banjir bandhang
anggegirisi
Ujare wong pinter alas sing
subur minangka pager
Pagering bumi murih alam
tetep lestari.
Aduh Gusti kula nyuwun
pangapura
Kula niki sampun kathah dosa
Aduh Gusti Ingkang Maha
Kuasa
Nyuwun luwar saking godha
pangrencana.
Pra sedulur Tunggal Nusa
Tunggal Bangsa
Aja conkrah lan aja sulaya
Bareng urip golek dalan
padhang
Sujud sukur wonten ngarsane
Pangeran.
Kidung ati pangruwat Bangsa
sak Nagari
Mangga ndedonga dahuru
inggala sirna
Cancut gumregut bebarengan
mbangun Praja
Lestarekna alam murih bumine
ora murka.
ojo sok gedhe rumangsa
RUBES LAN NGENES IKU
GINAWE DEWE
MULA AJA SOK NGGEDE
RUMANGSA
Utang
lan mutangake iku bisa uyuda
marang katentreman, yen
entuk utang lega atine
sanalika rumangsa ditulung
yen bisa ngutangi sanalika
bungah tetulung, nanging
batine golek untung mbuh apa
kang bakal dinunung.
Manungsa yen arep tentrem,
yen bisa aja utang lan
ngutangake, marga yen arep
ngutangake iku ing batin wis
duwe was-was, wis digagas-
gagas kongsi memet-njlimet,
wasana kedadiyane ditulungi
ora wurung dadi komet, iku
bisa ora slamet. Sang saya
suwe dadi padu, loro-lorone
pada nesu, malah-malah dadi
satru, iku anyudakake rahayu.
Yen wong kang utang iku ora
bisa netepi janji, iku banjur
kurang pangaji, marga
nyulayani janji, nuli kawistara
yen ora duwe pengaji. Mula
iku kudu tepa slira, rikala
semana kelara-lara, ana
manungsa utama kang paring
tetulung, nanging aja males
mbingung, malah-malah males
mentung, iku tindake wong
pengung akeh-akeh manungsa
kang sungsang-sungsang iku
aran tiyang iku senenge yen
mung oleh utang, ora ketang
dol wirang meksa nyandak
utang, ing batin yen liwat arep
timpang, iku ing tembe ora
kinasih ing tiyang, wusana
kesurang-surang.
Mula aja pada jejuluk tiyang
(saka) kang tansah luru
momotan, iku ing tembe
burine abote disangga dewe.
Elinga yen manungsa iku kang
den arani papak nanging ora
pada, iku pada nduweni wadah
raja kaya (kedonyan) dewe,
wis ana takere miturut gede
lan cilike pepancen, dene pada
diupaya niku mung reka daya
kepiye murih bisa ayen
tentrem. Mangertiya yen ora
dipangan uler, utawa penyakit,
dene yen dilemoni kanti
dirumat kang becik-becik, iku
ya isih jeneng lobor kang
subur. Mula itungan wong kuna
iku mbanjur ana paribasan
babat, bibit, bobot, bebet.
Babat-bibite, iku wis ora kena
diselaki, dene kasunyatane
wong dadi lurah iku jare sok
ketiban pulung, iku yen
digagapi ya isih babat-bibite
wong lurah (pemimpin).
Saiki yen digagas saupama,
kita iki dadi Kepala Kantor
kabeh, utawa dadi Presiden
kabeh, sapa kang bakal
diprentah ? lan sapa kang bakal
nandur utawa macul ? Saupama
dadi kuli utawa tani kabeh, iku
sapa kang arep dijaluki
paeguh ? Mula bocah-bocah
kabeh sinaua pegaweyan kang
warna-warna wiwit kasar
kongsi temekane alus. Sebab
saiki jaman maju nanging ora
kena yen mung ngarep-arep
saka pucuking potlot bae iku
bisa kapitunan gede. Mara
digalih yen rakyat pada didi
Kepala kantor kabeh, apa
peprintahan bisa lumaku ? Mula
iku ana babat lan bibit-bibite.
Dene yen bibit lobor iku kurang
trima nglunja-lunja supaya dadi
lubis, iku dadine ngiwa utawa
nyimpang saka patokan, ika
banjur nggege (kasusu)
mangsa, iku ing tembe mesti
gela (kecuwan).
Dene manungsa ana kang dadi
pangkat harkat drajat iku bisa
uga ana babat lan bibite,
turunan darahe (brayate) wong
adi, mula kasebute Rahaden,
mula kasebut Priya-priyayi Roh
kang Edi, iku kang natuk
supangate para Ratu kang
ngrungkebi tanah wutahe,
kang makmur apa kang
tinandur bisa tukul kanti subur.
Dek jaman pecahe perang
Kanjeng Pangeran Diponegara
iku ora beda karo jaman
pangungsen kang kita lakoni
para Tumenggung, Bupati lan
Pahlawan-pahlawan pada salin
aran saemper wong tani,
kongsi turun-tumurun, dadi
kepetengan obor persasat wil
ilang larine, nanging isih ana
harkate. Bareng sungsang
buwana balik timbul kayu jati
pada mati, wit jarak pada
meratak iku gambare saiki
akeh putra lurah dadi Bupati lan
kepala Compi, pada nyontoni
bakti lan Ibu Pertiwi, kesenian
asli Pribumi pada ditetangi,
ngasih-asih murih kinasih ing
embah buyut kita dek jaman
kuna ya turunan pembela
Kanjeng Pangeran Diponegara.
Mula iku ana babat bibit, woh
kang kebanjiran anyut keplaut,
saiki lagi bae arep pada tukul
wiji kang apik. Mula yen
kemeren marang kabegjan
liyan, iku bisa dadi
kasengsaran, mbanjur nyandak
utang, utawa ngutangake iku
marakake dadi rubes ngenes.
Dene yen pancen niyat
tetulung yen ngutangake aja
ditagih, mengko yen pancen
watak Priya-satriya, rak hiya
dijujugake yen wis ana.
PEPENGET : sing sapa wis oleh
petulunganing liyan, kudu
diwales kang kanti gawe
seneng, wis wajibe yen nyilih
kudu ngulihake kanti apik-apik
amrih ora gawe serik, supaya
ora gawe rubes lan ngenes,
iku saka tindake dewe kang
ginawe.
Sumber : Buku We Yoga Dhi
(ayo pada diudi, yen digugu
dadi Yoga kang Adhi).
GINAWE DEWE
MULA AJA SOK NGGEDE
RUMANGSA
Utang
lan mutangake iku bisa uyuda
marang katentreman, yen
entuk utang lega atine
sanalika rumangsa ditulung
yen bisa ngutangi sanalika
bungah tetulung, nanging
batine golek untung mbuh apa
kang bakal dinunung.
Manungsa yen arep tentrem,
yen bisa aja utang lan
ngutangake, marga yen arep
ngutangake iku ing batin wis
duwe was-was, wis digagas-
gagas kongsi memet-njlimet,
wasana kedadiyane ditulungi
ora wurung dadi komet, iku
bisa ora slamet. Sang saya
suwe dadi padu, loro-lorone
pada nesu, malah-malah dadi
satru, iku anyudakake rahayu.
Yen wong kang utang iku ora
bisa netepi janji, iku banjur
kurang pangaji, marga
nyulayani janji, nuli kawistara
yen ora duwe pengaji. Mula
iku kudu tepa slira, rikala
semana kelara-lara, ana
manungsa utama kang paring
tetulung, nanging aja males
mbingung, malah-malah males
mentung, iku tindake wong
pengung akeh-akeh manungsa
kang sungsang-sungsang iku
aran tiyang iku senenge yen
mung oleh utang, ora ketang
dol wirang meksa nyandak
utang, ing batin yen liwat arep
timpang, iku ing tembe ora
kinasih ing tiyang, wusana
kesurang-surang.
Mula aja pada jejuluk tiyang
(saka) kang tansah luru
momotan, iku ing tembe
burine abote disangga dewe.
Elinga yen manungsa iku kang
den arani papak nanging ora
pada, iku pada nduweni wadah
raja kaya (kedonyan) dewe,
wis ana takere miturut gede
lan cilike pepancen, dene pada
diupaya niku mung reka daya
kepiye murih bisa ayen
tentrem. Mangertiya yen ora
dipangan uler, utawa penyakit,
dene yen dilemoni kanti
dirumat kang becik-becik, iku
ya isih jeneng lobor kang
subur. Mula itungan wong kuna
iku mbanjur ana paribasan
babat, bibit, bobot, bebet.
Babat-bibite, iku wis ora kena
diselaki, dene kasunyatane
wong dadi lurah iku jare sok
ketiban pulung, iku yen
digagapi ya isih babat-bibite
wong lurah (pemimpin).
Saiki yen digagas saupama,
kita iki dadi Kepala Kantor
kabeh, utawa dadi Presiden
kabeh, sapa kang bakal
diprentah ? lan sapa kang bakal
nandur utawa macul ? Saupama
dadi kuli utawa tani kabeh, iku
sapa kang arep dijaluki
paeguh ? Mula bocah-bocah
kabeh sinaua pegaweyan kang
warna-warna wiwit kasar
kongsi temekane alus. Sebab
saiki jaman maju nanging ora
kena yen mung ngarep-arep
saka pucuking potlot bae iku
bisa kapitunan gede. Mara
digalih yen rakyat pada didi
Kepala kantor kabeh, apa
peprintahan bisa lumaku ? Mula
iku ana babat lan bibit-bibite.
Dene yen bibit lobor iku kurang
trima nglunja-lunja supaya dadi
lubis, iku dadine ngiwa utawa
nyimpang saka patokan, ika
banjur nggege (kasusu)
mangsa, iku ing tembe mesti
gela (kecuwan).
Dene manungsa ana kang dadi
pangkat harkat drajat iku bisa
uga ana babat lan bibite,
turunan darahe (brayate) wong
adi, mula kasebute Rahaden,
mula kasebut Priya-priyayi Roh
kang Edi, iku kang natuk
supangate para Ratu kang
ngrungkebi tanah wutahe,
kang makmur apa kang
tinandur bisa tukul kanti subur.
Dek jaman pecahe perang
Kanjeng Pangeran Diponegara
iku ora beda karo jaman
pangungsen kang kita lakoni
para Tumenggung, Bupati lan
Pahlawan-pahlawan pada salin
aran saemper wong tani,
kongsi turun-tumurun, dadi
kepetengan obor persasat wil
ilang larine, nanging isih ana
harkate. Bareng sungsang
buwana balik timbul kayu jati
pada mati, wit jarak pada
meratak iku gambare saiki
akeh putra lurah dadi Bupati lan
kepala Compi, pada nyontoni
bakti lan Ibu Pertiwi, kesenian
asli Pribumi pada ditetangi,
ngasih-asih murih kinasih ing
embah buyut kita dek jaman
kuna ya turunan pembela
Kanjeng Pangeran Diponegara.
Mula iku ana babat bibit, woh
kang kebanjiran anyut keplaut,
saiki lagi bae arep pada tukul
wiji kang apik. Mula yen
kemeren marang kabegjan
liyan, iku bisa dadi
kasengsaran, mbanjur nyandak
utang, utawa ngutangake iku
marakake dadi rubes ngenes.
Dene yen pancen niyat
tetulung yen ngutangake aja
ditagih, mengko yen pancen
watak Priya-satriya, rak hiya
dijujugake yen wis ana.
PEPENGET : sing sapa wis oleh
petulunganing liyan, kudu
diwales kang kanti gawe
seneng, wis wajibe yen nyilih
kudu ngulihake kanti apik-apik
amrih ora gawe serik, supaya
ora gawe rubes lan ngenes,
iku saka tindake dewe kang
ginawe.
Sumber : Buku We Yoga Dhi
(ayo pada diudi, yen digugu
dadi Yoga kang Adhi).
tata cara ngelmu sangkan paran
“Ingsun tojalining Dzat Kang
Maha Suci, Kang murba
amasesa, Kang kuwasa
Angandika Kun Fayakun mandi
sakucapingsun, dadi
saksiptaningsun, katurutan
sakarsaningsun, kasembadan
saksedyaningsun karana saka
Kodratingsun. Ingsun Dzating
manungsa sejati, saiki eling
besuk ya eling. Saningmaya
araning Muhamad , Sirkumaya
araningsun, Sir Dzat dadi sak
sirku, yaiku sejatining
manungsa, urip tan kena ing
pati,langgeng tan keno owah
gingsir ing kahanan jati, ing
donya tumeka jagad langgeng.
Ingsun mertobat lan nalangsa
marang Dzat ingsun dewe,
regede badaningsun, gorohe
atiningsun, laline uripingsun,
salahe panggaweningsun, ing
salawas lawase dosaningsun
kabeh sampurna saka
kodratingsun.”
“Ilmu iku kalakone kanthi laku”:
ilmu itu terlaksana karena dilakukan
di dalam perbuatan yang nyata.
Dalam konteks khasanah falsafah
Jawa, kata “ngelmu” menunjuk
pada ajaran hidup menuju
kesempurnaan diri pribadi. Ajaran
itu teori dan teori tidak akan
membawa manfaat apa-apa bila
tidak dipkraktekkan dalam hidup
sehari-hari.
Di dalam sebuah ajaran ada
perintah dan larangannya. Tujuan
perintah larangan adalah untuk
mendisiplinkan diri agar diri yang
sebelumnya “liar” menjadi “jinak”,
diri yang sebelumnya
memperturutkan keinginan “diri”/
ego/keakuan menjadi diri yang
bisa menurut dengan diri-Nya/
Ego-Nya.
Kenapa diri ini harus manut
dengan keinginan atau kehendak-
Nya? Ada sebuah analogi yang
gampang dicerna. Misalnya,
sebuah mobil BMW diciptakan dan
diproduksi oleh pabrik BMW di
Jerman. Pabrik sudah
mengeluarkan petunjuk
penggunaan, aturan perintah dan
larangan.
Pabrik tidak asl bikin petunjuk
penggunaan. Sang insinyurnya
sudah memiliki prediksi agar
mesin dan bodi mobil itu awet,
maka oli harus dignti saat mobil
sudah mencapai sekian kilometer.
Insinyur juga memiliki prediksi
bahwa usia efektif mobil tersebut
sekian tahun. Hingga mencapai
batas usia tertentu, maka mobil
akan digolongkan istimewa dan
menjadi barang antik.
Begitu pula manusia. Manusia
diciptakan oleh Tuhan dan Sang
Insinyur Manusia ini sudah
mengeluarkan buku panduan
lengkap, tata cara hidup dan
berkelakuan agar dipedomani
sebagai arahan hidup mulai o
tahun hingga semilyar tahun
mendatang.
Beda dengan benda yang “ada”nya
begitu sederhana. “Adanya”
manusia ini sungguh luar biasa.
Manusia diberikan kebijaksanaan
untuk menentukan masa
depannya sendiri sebelum dia
dilahirkan di dunia. Manusia diberi
kekuasaan-Nya untuk merancang
sendiri dia nantinya akan jadi apa,
akan kemana, apa tujuan
hidupnya. Ya, karena Tuhan Maha
Pemurah, maka manusia dijinkan
menjadi insinyur yang bebas
merancang dirinya sendiri.
Ruh yang merupakan “manusia
sejati” dan “sejatinya manusia” itu,
sebelum ada di dunia telah
merancang dirinya sendiri dengan
menulis di buku kitabnya masing-
masing. Tuhan hanya
memberikan kata “ACC” dan
membubuhkan “stempel” saja.
Tuhan pun menekankan bahwa
yang berlaku nanti di bumi adalah
hukum sebab akibat. Hukum
karma, sunatullah atau disebut
juga dengan hukum alam.
Jadi, salah bila dikatakan bahwa
adanya sial, bencana, bahaya,
ketidaksuksesan hidup itu karena
Tuhan. Tuhan tidak cawe-cawe
sama sekali. Itu murni urusan
manusia yang tidak paham dan
malah mungkin melanggar
pantangan hukum sebab akibat.
Keberhasilan dan kesuksesan
adalah akibat dari sebuah sebab.
Sebab keberhasilan/kesuksesan
adalah kerja keras. Untuk bekerja
keras butuh motivasi kerja yang
tinggi dan niat yang teguh. Tubuh/
Raga yang rajin bergerak mencari
rezeki yang halal, asalnya adalah
jiwa/batin yang tenang, nyaman
dan bahagia.
Kembali ke tema awal. Apa saja
tata cara ngelmu sangkan paran?
Di dalam khasanah Kejawen,
dalam buku “Cipta Brata
Manunggal” karangan Ki
Brotokesawa disebutkan laku yang
perlu dijalani:
1. Sabar, tawakal, tekun, dan
nrimo
2. Jaga kebersihan lahir batin
3. Olah raga
4. Olah nafas
5. Berpakaian yang pantas dan
bersih.
7. Olah cipta, banyak membaca
dan menggali ilmu
pengetahuan
8. Bekerja rajin
9. Sore hari belajar untuk
tambahan pengetahuan
10. Makan teratur dan higienis.
11. Minum air putih dingin pagi,
siang, malam
13. Istirahat selama 6 atau 8
jam sehari semalam.
14. Perasaan dan pikiran
terarah.
16. Tidak terlalu banyak bicara.
Tidak bicara kotor dan
berbicara seperlunya. Bila akan
tidur hendaklah instropeksi diri
sambil berdoa sebagaimana
yang tertera di kalimat
pembuka.
Dalam buku “Cipta Brata
Manunggal” juga dipaparkan
proses tingkat-tingkat manembah/
sembah kepada Gusti. Berikut
tingkatan itu:
A. SEMBAH RAGA yaitu tapaning
badan jasad kita. Tubuh, jasad
bergerak atas perintah batin. Batin
diperintah oleh dua unsur, baik
(nur Ilhiah) dan buruk (nar Iblis).
Agar tubuh disiplin, terarah dan
terkendali maka perlu dilatih.
Tingkatnya adalah syariat. Tubuh
tetap melakukan disiplin ibadah.
B. SEMBAHING CIPTA, di Islam
dinamai Tarekat, sembahnya hati
yang luhur. Untuk mencapai hati
luhur perlu kesadaran nalar (logika)
. Diperlukan olah nalar yang bagus
sesuai dengan prinsip-prinsip
logika. Tujuan sembah cipta
adalah mengerti akan
“ kasunyatan”. Ilmu pengetahuan
harus dikuasai agar memiliki
perbandingan baik dan buruk.
Kebijaksanaan akan lahir bila kita
mampu menekan dan
mengendalikan hawa nafsu.
Memahami Ilmu Ketuhanan
diperlukan syarat berupa cipta
yang bersih dari hawa nafsu dan
olah nalar yang mumpuni. Ilmu
Ketuhanan adalah ilmu yang
“ sangat halus” yang bisa ditangkap
dengan kegigihan memperhalus
batin dan mentaati prinsip-prinsip
berpikir yang lurus.
Tujuan dari sembah cipta itu
mengendalikan dua macam sifat:
angkara( yang menimbulkan
watak adigang, adigung, adiguna,
kumingsun dsb.) dan watak
keinginan mengusai akan
kepunyaan orang lain (kemelikan-
jw). Cipta yang bersih yaitu kalau
sudah bisa mengendalikan angkara
murka, Tandanya bila cipta sudah
“ manembah”, yaitu waspada
terhadap bisikan jiwa.
Jadi sembah itu intinya melatih
cara kerja cipta, dengan cara Tata,
Titi, Ngati ati, Telaten, dan Atul.
Atul adalah pembiasaan diri agar
mendarah daging menjadi
kebiasaan dan watak yang
akhirnya terbiasa mengetahui
sejatinya penglihatan (sejatine
tingal) yaitu Pramana, bisa
dikatakan sampai kepada jalan
sejati, yaitu penglihatan pramana
(tingal pramana).
Tanda sudah sempurna sembah
cipta adalah berda di dalam kondisi
kejiwaan sepi dari pamrih apapun.
Seperti tidak ingat apapun itu
pertanda sudah sampai batas,
yaitu batas antara tipuan dan
kenyataan (kacidran lan
kasunyatan – jw), jadi sudah ganti
jaman, dari jaman tipuan menjadi
jaman kenyataan.
Rasa badan ketiga (saka
penggorohan maring kasunyatan
Rasaning badan tetelu), wadag
astral dan mental tadi seketika tidak
bekerja. Disitulah lupa, tetapi masih
dikuati oleh kesadaran jiwa
(elinging jiwa), dan waktu itu
menjadi eneng, ening, dan eling.
Artinya eneng: diamnya raga,
Ening : heningnya cipta, Eling:
ingatnya budi rasa yang sejati.
C. SEMBAH JIWA. di Islam
dinamai Hakekat. Kalau sudah bisa
melaksanakan sembah cipta baru
bisa melaksanakan sembah jiwa.
Artinya: rasakan dengan
menggunakan rasa “kasukman”
yang bisa ditemui dalam eneng,
ening dan eling tadi. Tandanya
adalah semua sembah, panembah
batin yang tulus tidak tercampuri
oleh rasa lahir sama sekali.
Bila sudah melihat cahaya yang
terang tanpa bisa dibayangkan
tetapi tidak silau, pertanda telah
sampai kepada kekuasaan
“ kasunyatan”(kesejatian), yang
juga disebut Nur Muhamad, yaitu
tiada lain Cahaya Pramana sendiri,
karena dinamai pramana karena
cahayanya yang saling bertautan
dengan rasa sejati dan budi, disitu
rasa jati dan budi akan berkuasa
(jumeneng), sudah sampai kepada
kebijaksanaan. Artinya
kebijaksanaan merasa sampai
mengerti yang melakukan semadi
tadi, saling berkaitan tak
terpisahkan dengan cahaya yang
terang benderang yang tidak bisa
dibayangkan.
D. SEMBAH RASA, di Islam
dinamai Makrifat. Sembah rasa itu
adalah mengalami Rasa Sejati.
Inilah rasa manusia yang paling
halus, tempat semua rasa dan
perasaan dan bisa merasakan
perlunya menjadi manusia yang
berbudi luhur dan menyadari
bahwa dia adalah pribadi yang
merupakan Wakil-Nya. Bahkan
pada tahap akhir pemahaman
makrifat, dia akan “menjadi” Tuhan
itu sendiri (Gusti amor ing Kawulo)
. Rasa hidup adalah rasa Tuhan,
rasa Ada, ya diri pribadi, bersatu
tanpa batas dengan rasa semua
ciptaan Nya. Tanda bila sudah
mencapai kasunyatan, sudah
hilang ilah-ilah yang lain hingga
sampai mencapai TAUHID MURNI.
Maha Suci, Kang murba
amasesa, Kang kuwasa
Angandika Kun Fayakun mandi
sakucapingsun, dadi
saksiptaningsun, katurutan
sakarsaningsun, kasembadan
saksedyaningsun karana saka
Kodratingsun. Ingsun Dzating
manungsa sejati, saiki eling
besuk ya eling. Saningmaya
araning Muhamad , Sirkumaya
araningsun, Sir Dzat dadi sak
sirku, yaiku sejatining
manungsa, urip tan kena ing
pati,langgeng tan keno owah
gingsir ing kahanan jati, ing
donya tumeka jagad langgeng.
Ingsun mertobat lan nalangsa
marang Dzat ingsun dewe,
regede badaningsun, gorohe
atiningsun, laline uripingsun,
salahe panggaweningsun, ing
salawas lawase dosaningsun
kabeh sampurna saka
kodratingsun.”
“Ilmu iku kalakone kanthi laku”:
ilmu itu terlaksana karena dilakukan
di dalam perbuatan yang nyata.
Dalam konteks khasanah falsafah
Jawa, kata “ngelmu” menunjuk
pada ajaran hidup menuju
kesempurnaan diri pribadi. Ajaran
itu teori dan teori tidak akan
membawa manfaat apa-apa bila
tidak dipkraktekkan dalam hidup
sehari-hari.
Di dalam sebuah ajaran ada
perintah dan larangannya. Tujuan
perintah larangan adalah untuk
mendisiplinkan diri agar diri yang
sebelumnya “liar” menjadi “jinak”,
diri yang sebelumnya
memperturutkan keinginan “diri”/
ego/keakuan menjadi diri yang
bisa menurut dengan diri-Nya/
Ego-Nya.
Kenapa diri ini harus manut
dengan keinginan atau kehendak-
Nya? Ada sebuah analogi yang
gampang dicerna. Misalnya,
sebuah mobil BMW diciptakan dan
diproduksi oleh pabrik BMW di
Jerman. Pabrik sudah
mengeluarkan petunjuk
penggunaan, aturan perintah dan
larangan.
Pabrik tidak asl bikin petunjuk
penggunaan. Sang insinyurnya
sudah memiliki prediksi agar
mesin dan bodi mobil itu awet,
maka oli harus dignti saat mobil
sudah mencapai sekian kilometer.
Insinyur juga memiliki prediksi
bahwa usia efektif mobil tersebut
sekian tahun. Hingga mencapai
batas usia tertentu, maka mobil
akan digolongkan istimewa dan
menjadi barang antik.
Begitu pula manusia. Manusia
diciptakan oleh Tuhan dan Sang
Insinyur Manusia ini sudah
mengeluarkan buku panduan
lengkap, tata cara hidup dan
berkelakuan agar dipedomani
sebagai arahan hidup mulai o
tahun hingga semilyar tahun
mendatang.
Beda dengan benda yang “ada”nya
begitu sederhana. “Adanya”
manusia ini sungguh luar biasa.
Manusia diberikan kebijaksanaan
untuk menentukan masa
depannya sendiri sebelum dia
dilahirkan di dunia. Manusia diberi
kekuasaan-Nya untuk merancang
sendiri dia nantinya akan jadi apa,
akan kemana, apa tujuan
hidupnya. Ya, karena Tuhan Maha
Pemurah, maka manusia dijinkan
menjadi insinyur yang bebas
merancang dirinya sendiri.
Ruh yang merupakan “manusia
sejati” dan “sejatinya manusia” itu,
sebelum ada di dunia telah
merancang dirinya sendiri dengan
menulis di buku kitabnya masing-
masing. Tuhan hanya
memberikan kata “ACC” dan
membubuhkan “stempel” saja.
Tuhan pun menekankan bahwa
yang berlaku nanti di bumi adalah
hukum sebab akibat. Hukum
karma, sunatullah atau disebut
juga dengan hukum alam.
Jadi, salah bila dikatakan bahwa
adanya sial, bencana, bahaya,
ketidaksuksesan hidup itu karena
Tuhan. Tuhan tidak cawe-cawe
sama sekali. Itu murni urusan
manusia yang tidak paham dan
malah mungkin melanggar
pantangan hukum sebab akibat.
Keberhasilan dan kesuksesan
adalah akibat dari sebuah sebab.
Sebab keberhasilan/kesuksesan
adalah kerja keras. Untuk bekerja
keras butuh motivasi kerja yang
tinggi dan niat yang teguh. Tubuh/
Raga yang rajin bergerak mencari
rezeki yang halal, asalnya adalah
jiwa/batin yang tenang, nyaman
dan bahagia.
Kembali ke tema awal. Apa saja
tata cara ngelmu sangkan paran?
Di dalam khasanah Kejawen,
dalam buku “Cipta Brata
Manunggal” karangan Ki
Brotokesawa disebutkan laku yang
perlu dijalani:
1. Sabar, tawakal, tekun, dan
nrimo
2. Jaga kebersihan lahir batin
3. Olah raga
4. Olah nafas
5. Berpakaian yang pantas dan
bersih.
7. Olah cipta, banyak membaca
dan menggali ilmu
pengetahuan
8. Bekerja rajin
9. Sore hari belajar untuk
tambahan pengetahuan
10. Makan teratur dan higienis.
11. Minum air putih dingin pagi,
siang, malam
13. Istirahat selama 6 atau 8
jam sehari semalam.
14. Perasaan dan pikiran
terarah.
16. Tidak terlalu banyak bicara.
Tidak bicara kotor dan
berbicara seperlunya. Bila akan
tidur hendaklah instropeksi diri
sambil berdoa sebagaimana
yang tertera di kalimat
pembuka.
Dalam buku “Cipta Brata
Manunggal” juga dipaparkan
proses tingkat-tingkat manembah/
sembah kepada Gusti. Berikut
tingkatan itu:
A. SEMBAH RAGA yaitu tapaning
badan jasad kita. Tubuh, jasad
bergerak atas perintah batin. Batin
diperintah oleh dua unsur, baik
(nur Ilhiah) dan buruk (nar Iblis).
Agar tubuh disiplin, terarah dan
terkendali maka perlu dilatih.
Tingkatnya adalah syariat. Tubuh
tetap melakukan disiplin ibadah.
B. SEMBAHING CIPTA, di Islam
dinamai Tarekat, sembahnya hati
yang luhur. Untuk mencapai hati
luhur perlu kesadaran nalar (logika)
. Diperlukan olah nalar yang bagus
sesuai dengan prinsip-prinsip
logika. Tujuan sembah cipta
adalah mengerti akan
“ kasunyatan”. Ilmu pengetahuan
harus dikuasai agar memiliki
perbandingan baik dan buruk.
Kebijaksanaan akan lahir bila kita
mampu menekan dan
mengendalikan hawa nafsu.
Memahami Ilmu Ketuhanan
diperlukan syarat berupa cipta
yang bersih dari hawa nafsu dan
olah nalar yang mumpuni. Ilmu
Ketuhanan adalah ilmu yang
“ sangat halus” yang bisa ditangkap
dengan kegigihan memperhalus
batin dan mentaati prinsip-prinsip
berpikir yang lurus.
Tujuan dari sembah cipta itu
mengendalikan dua macam sifat:
angkara( yang menimbulkan
watak adigang, adigung, adiguna,
kumingsun dsb.) dan watak
keinginan mengusai akan
kepunyaan orang lain (kemelikan-
jw). Cipta yang bersih yaitu kalau
sudah bisa mengendalikan angkara
murka, Tandanya bila cipta sudah
“ manembah”, yaitu waspada
terhadap bisikan jiwa.
Jadi sembah itu intinya melatih
cara kerja cipta, dengan cara Tata,
Titi, Ngati ati, Telaten, dan Atul.
Atul adalah pembiasaan diri agar
mendarah daging menjadi
kebiasaan dan watak yang
akhirnya terbiasa mengetahui
sejatinya penglihatan (sejatine
tingal) yaitu Pramana, bisa
dikatakan sampai kepada jalan
sejati, yaitu penglihatan pramana
(tingal pramana).
Tanda sudah sempurna sembah
cipta adalah berda di dalam kondisi
kejiwaan sepi dari pamrih apapun.
Seperti tidak ingat apapun itu
pertanda sudah sampai batas,
yaitu batas antara tipuan dan
kenyataan (kacidran lan
kasunyatan – jw), jadi sudah ganti
jaman, dari jaman tipuan menjadi
jaman kenyataan.
Rasa badan ketiga (saka
penggorohan maring kasunyatan
Rasaning badan tetelu), wadag
astral dan mental tadi seketika tidak
bekerja. Disitulah lupa, tetapi masih
dikuati oleh kesadaran jiwa
(elinging jiwa), dan waktu itu
menjadi eneng, ening, dan eling.
Artinya eneng: diamnya raga,
Ening : heningnya cipta, Eling:
ingatnya budi rasa yang sejati.
C. SEMBAH JIWA. di Islam
dinamai Hakekat. Kalau sudah bisa
melaksanakan sembah cipta baru
bisa melaksanakan sembah jiwa.
Artinya: rasakan dengan
menggunakan rasa “kasukman”
yang bisa ditemui dalam eneng,
ening dan eling tadi. Tandanya
adalah semua sembah, panembah
batin yang tulus tidak tercampuri
oleh rasa lahir sama sekali.
Bila sudah melihat cahaya yang
terang tanpa bisa dibayangkan
tetapi tidak silau, pertanda telah
sampai kepada kekuasaan
“ kasunyatan”(kesejatian), yang
juga disebut Nur Muhamad, yaitu
tiada lain Cahaya Pramana sendiri,
karena dinamai pramana karena
cahayanya yang saling bertautan
dengan rasa sejati dan budi, disitu
rasa jati dan budi akan berkuasa
(jumeneng), sudah sampai kepada
kebijaksanaan. Artinya
kebijaksanaan merasa sampai
mengerti yang melakukan semadi
tadi, saling berkaitan tak
terpisahkan dengan cahaya yang
terang benderang yang tidak bisa
dibayangkan.
D. SEMBAH RASA, di Islam
dinamai Makrifat. Sembah rasa itu
adalah mengalami Rasa Sejati.
Inilah rasa manusia yang paling
halus, tempat semua rasa dan
perasaan dan bisa merasakan
perlunya menjadi manusia yang
berbudi luhur dan menyadari
bahwa dia adalah pribadi yang
merupakan Wakil-Nya. Bahkan
pada tahap akhir pemahaman
makrifat, dia akan “menjadi” Tuhan
itu sendiri (Gusti amor ing Kawulo)
. Rasa hidup adalah rasa Tuhan,
rasa Ada, ya diri pribadi, bersatu
tanpa batas dengan rasa semua
ciptaan Nya. Tanda bila sudah
mencapai kasunyatan, sudah
hilang ilah-ilah yang lain hingga
sampai mencapai TAUHID MURNI.
Langganan:
Postingan (Atom)