Jumat, 16 April 2010

sunan kalijaga

SUNAN
Kalijaga mendapat gelar
agung sebagai guru suci Tanah
Jawi. Kocap kacarita, Raden
Mas Sahid putra kanjeg Adipati
Tuban, sudah menjadi alim
ulama yang cerdik dan pandai.
Bahkan beliu sudah dapat
merasakan mati di dalam
hidup. Tingkatan pendakian
tauhid yang sangat tinggi, dan
patut diacungi jempol. Namun
beliu belum puas dengan apa
yang sudah didapat. Dia
mempunyai himatulaliyyah
atau cita-cita yang tinggi yaitu
bertujuan inging memperoleh
petunjuk diri seseorang yang
sudah menemukan hakikat
kehidupan, yang nantinya dapat
mengantarkanya agar
mendapat petunjuk yang
dipagang para Nabi Wali atau
Imam Hidayah.
Tekadnya semakin membaja,
menyebabkan beliu melakukan
perjalanan hidup yang tidak
mempedulikan dampak atau
akibat apapun yang akan
terjadi, nafsunya menuntut
ilmu semakin membara tak
perduli samudra api
menghadang. Bukankah
Rasulullah pernah bersabda,
“ Tuntutlah ilmu biarpun harus
menyeberang samudra api!”.
Ling lang ling lung, Raden Mas
Sahid hatinya bimbang dan
pikirannya bingung. Siapa yang
tidak bingung! Segala ilmu
yang diketahui dan dipahami
diamalkan dengan penuh
pengabdian kepada Allah,
namun beliu merasa selalu
tergoda oleh nafsunya, dan
merasa tidak mampu
mengatasinya. Berbagai usaha
ditempuh agar akhir hidupnya
nanti, mampu mengatasi
nafsunya, jangan sampai
terlanjur terlantur, hanya puas
makan dan tidur. Namun tetap
saja dirinya merasa hatinya
kalah perang dengan nafsunya.
Akhirnya beliu pasrah kepada
Allah tempat berserah diri.
Ling lang ling lung, Raden Mas
Sahid memohon kepada Allah
Tuhan Yang Terpilih, semoga
dibukakan oleh Tuhan Pembuat
Nyawa, agar istiqomah
hatinya, selaras dengan
kehendak hatinya, jalan
menuju sembah dan puji. Dan
tiada putus-putusnya dia
berdoa, biarpun terselip
kekhawatiran dosa dan
kekhilafan yang pernah
dilakukannya semasa muda,
mungkin tak termaafkan oleh
Gusti Allah. Sekian lama beliu
berdoa, namun tak ada tanda-
tanda terkabulnya doa.
Akhirnya beliu mawas diri.
Mengapa petunjuk yang
ditunggu-tunggu belum juga
datang? Apakah caranya
beribadah dan bersyukur yang
salah? Apakah yang dilakukan
selama ini acak-acakan tanpa
dasar ilmu yaqin?
Ling lang ling lung, akhirnya
Raden Mas Sahid diam tak mau
berdoa lagi. Beliu menyendiri
dan menjauhi urusan duniawi
(uzlah). Buak dari laku ini,
dirasanya masih saja ada
gejolak batin, saling
bertengkar dua sura dalam
batingnya sendiri, bisikan
Malaikat dan bisikan Syaitan.
Pertentangan suaranya tidak
lantang sebagaimana layaknya
orang bertengkar, tetapi
pertengkaran hebat itu tidak
kunjung berhenti! Bukankah
bisikan baik dan buruk saling
merebut kemenangan? Apa sih
yang diperebutkan? Padahal
tidak ada yang diperebutkan!
Perang batin ini, kalau
diibaratkan seperti perebutan
Kerajaan Ngastina oleh
Kurawa dan Pandawa yang
masih termasuk keluarga
sendiri atau darah daging
sendiri!
Ling lang ling lung, Raden Mas
Sahid menyadari laku uzlah
yang dijalankannya tak
menghasilkan petunjuk yang
diharapkan. Akhirnya tanpa
malu-malu, karena didesak
oleh hasrat mengetahui
petunjuk, beliu berusaha
bertapa berlapar-lapar, kalau
ada teman datang, ikut makan
dengan rakusnya, kalau
temannya pergi tidak makan
seumur hidupnya, sebab tidak
ada yang dimakan. Ling lang
ling lung, menuruti
kesenangan memperindah diri,
selalu meminta upah. Ling lang
ling lung, Raden Mas Sahid
meminta upah dari laku
bertapa berlapar-lapar ternyata
tiada hasil. Beliu akhirnya
menyadari kebodohannya dan
tersemyun sendiri. Mengapa
sampai teganya Dia menagih
tak henti-hentinya kepada
Allah, padahal tanpa piutang?
Gusti Allah yang ditagih wajar
kalau diam saja, memang
kenyataanya tidak berhutang!
Biarpun yang menagih datang
dan pergi, semua itu tidak ada
bedanya, dan Allah Yang Maha
Karya berhak tidak melunasi
karena tidak pernah berhutang
kepada Raden Mas Sahid.
Akhirnya beliu memutuskan
diri untuk berguru dengan
Kanjeng Sunan Bonang,
barangkali dengan itu, beliu
dapat petunjuk iman hidayah.
Mulailah Raden Mas Sahid
berguru kepada seseorang
yang tinggi ilmunya yang
bersunyi diri di Desa Bonang
yang bergelar Kanjeng Sunan
Bonang. Beliu mohon kepada
Kanjeng Sunan Bonang untuk
ditunjukkan hakikat kehidupan.
Syekh Malaya disaat mulai
berguru kepada Kanjeng Sunan
Bonang diperintah bertapa
menunggu pohon gurda dan
dilarang meninggalkan tempat.
Ling lang ling lung, Syekh
Malaya dapat dikatakan orang
hebat, karena keinginanya
yang kuat serta tekad
batinnya, tak dapat
dibandingkan dengan yang
lainnya. Maklumlah beliu
berdarah luhur, putra Kanjeng
Adipati Tuban Wilwatikta II
bernama Raden Mas Sahid,
waktu tua bergelar Sunan
Kalijaga. Rupanya sudah
terlebih dahulu mendapat
anugrah Kasih Sayang Gusti
Allah Pencipta Nyawa yang
sudah menjadi kemulian Tuhan
Yang terpilih, timbul dari kasih
Sayang Allah. Syekh Malaya
berguru menuntut ilmu sudah
cukup lama, namun merasa
belum dapat manfaat yang
nyata, rasanya Cuma
penderitaan yang didapat,
sebab disuruh memperbanyak
bertapa, oleh Kanjeng Sunan
Bonang, diperintah
“menunggui pohon gurda”
yang berada ditengah hutan
belantara dan tidak boleh
meninggalkan tempat, sudah
dilaksanakan selama setahun.
Laku tapa yang kedua, disuruh
“ ngaluwat” yaitu ditanam di
tengah hutan di dalam goa
Sorowiti Panceng Tuban.
Setelah setahun mulut gua
yang mulanya ditutup dengan
batu-batu, kemudia dibongkar
oleh Kanjeng Sunan Bonang.
Kemudian laku tapa yang
ketiga, yaitu “tarak brata di
tepi sungai” selama setahun,
dan tidak boleh tidur ataupun
makan, lalu ditinggal ke Mekah
oleh Kanjeng Sunan Bonang.
Nyatanya sudah genap
setahun, Syekh Malaya
ditengok, ditemui masih tarak
brata saja, Kanjeng Sunan
bonang bersabda, “wahai
siswaku sudahilah tarak
bratamu, kamu mulai sekarang
sudah menjadi Wali dan
bergelar Sunan Kalijaga. Kamu
diangkat sebagai wali
Sembilan penutup maksudnya
melengkapi Wali Sanga atau
Wali Sembilan yang saat itu
jumlah kurang satu wali.
Tugasmu ikut menyiarkan
agama Islam dan perbaikilah
ketidakaturan yang ada.
Agama itu tata krama,
kesopanan untuk Kemuliaan
Tuhan Yang Maha Mengetahui.
Kau harus berpegang pada
syariat Islam, serta segala
ketentuan iman hidayah.
Hidayah itu dari Gusti Allah
Yang Maha Agung, yang
sangat besar kanugrahan-Nya
menumbuhkan kekuatan luar
biasa dan keberanian, serta
meliputi segala kebutuhan
perang, yang demian itu tidak
lain adalah anugrah yang
besar, paling utama dari
segala yang utama
(keutamaan). Keutamaan
ibarat bayi, siapapun ingn
memelihara, yang mencukupi
bayi, menguasai pula terhadap
dirimu, tapi kamu tak punya
hak menentukan, karena kau
ini juga yang menentukan
Gusti Allah Yang Maha Agung,
karena itu mantapkanlah
hatimu dalam pasrah diri pada-
Nya ”.

1 komentar: